Din Syamsuddin Cium Skenario Makar: Ini Rekayasa Politik Untuk Jatuhkan Prabowo!

- Rabu, 03 September 2025 | 19:30 WIB
Din Syamsuddin Cium Skenario Makar: Ini Rekayasa Politik Untuk Jatuhkan Prabowo!




MURIANETWORK.COM - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menganalisis bahwa gelombang kericuhan yang terjadi pada 28-30 Agustus 2025 bukanlah gerakan murni.


Ia menilai bahwa hal tersebut merupakan rekayasa politik yang bertujuan untuk menjatuhkan Presiden Prabowo Subianto.


"Saya membaca yang terjadi ini adalah sebuah permainan politik atau rekayasa politik dari pihak atau pihak-pihak yang ingin menjatuhkan Presiden Prabowo Subianto," kata Din Syamsuddin dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Rabu (3/9/2025).


Ia menduga, aksi anarkis yang berujung pada penjarahan dan pembakaran fasilitas negara sengaja diciptakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.


Menurutnya, gerakan ini didukung oleh pihak-pihak yang merasa terancam oleh kebijakan pemberantasan korupsi.


"Ditambah dengan dukungan orang-orang yang merasa terganggu, dirugikan, karena dinyatakan sebagai koruptor," katanya.


Atas dasar analisis tersebut, Din Syamsuddin meminta masyarakat, khususnya mahasiswa, untuk menahan diri dan tidak terjebak dalam kepentingan politik terselubung ini.


Di sisi lain, ia juga memberikan peringatan kepada Presiden Prabowo untuk waspada terhadap ancaman dari dalam.


Ia menyarankan Prabowo untuk segera mengganti para pembantunya di kabinet yang ditengarai memiliki loyalitas ganda.


"Ini atas nama saya pribadi, menggantikan para pembantunya yang selama ini ditengarai menampilkan loyalitas ganda, baik kepada presiden, dan juga kepada presiden sebelumnya," ujarnya.


Sebelumnya diberitakan, Peneliti  Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies atau CSIS Indonesia, Deni Friawan mengingatkan aksi unjuk rasa  yang berlangsung sepanjang 28-30 Agustus 2025 bisa menyebabkan krisis seperti yang terjadi pada 1998. 


"Kalau ini terus dibiarkan, akar permasalahan ini tidak diatasi, resiko krisis ekonomi, delegitimasi negara, dan degradasi demokrasi itu akan meningkat," kata Deni dalam media briefing CSIS, 'Wake Up Call dari Jalanan: Ujian Demokrasi dan Ekonomi Kita' di Jakarta, Selasa (2/9/2025). 


Dia menegaskan bahwa krisis 1997-1998 harus menjadi pelajaran penting. 


Pada waktu itu krisis terjadi secara multidimensional, kesulitan ekonomi, korupsi hingga lemahnya penegakan hukum.


Situasi itu pun memiliki kemiripan dengan kondisi saat ini, yakni ketidakadilan dan tekanan ekonomi. 


Sumber: Suara

Komentar