Namun, dalam perjalanannya, proses pemilu yang dianggap melanggar aturan konstitusi, perlu dikoreksi. Terutama ketika salah satu dari paket pemimpin negara jelas-jelas melakukan pelanggaran maka dorongan impeachment berlaku.
“Itu kan bukan rahasia lagi, Mahkamah Konstitusi, cawe-cawe ketuanya gitu kan, muncullah 'Dirty Vote' gitu kan. Emang pernah ada 'Dirty Vote' sebelumnya? Enggak ada. Dirty Election? Enggak ada itu sebelumnya. Ada gurubesar sampai nangis-nangis gitu kan, hanya karena Pilpres? Enggak ada sebelumnya. Baru di 2024 saking luar biasanya kasusnya kan gitu, melanggar etika gitu ya, itu yang udah etika, itu di atas semuanya,” katanya.
“Kalau menurut saya enggak ada urusan sepaket-sepaket, ini masing-masing,” tutupnya.
Sebelumnya, Presiden ke-7 RI, Joko Widodo menekankan bahwa proses pemakzulan memiliki aturan ketatanegaraan yang ketat. Menurutnya, pemakzulan presiden maupun wakil presiden dilakukan sepaket kalau terbukti melakukan pelanggaran berat.
"Pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat, Itu baru (bisa dimakzulkan)," kata Jokowi kepada wartawan di Solo, Jawa Tengah, Jumat 6 Juni 2025.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Ray Rangkuti Soroti Kekuatan Politik di Balik Penetapan Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
Prabowo Hentikan Tradisi Paksa Siswa Sambut Kunjungan Kerja
Jokowi Dianggap Alergi Pengadilan Usai Hadir di Forum Singapura
Jokowi di Singapura Bikin Gaduh, Alasan Sakit Dituding Hanya Sandiwara