Di sisi lain, Ray justru melihat fenomena yang ironis. Aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, dinilainya belum serius mengalokasikan sumber daya untuk membongkar kejahatan lingkungan yang terorganisir dan berskala besar. Perhatian mereka, sebaliknya, malah lebih banyak tercurah untuk hal lain.
“Malah pejuang lingkungan yang banyak dikriminalisasi dengan dalih macam-macam, yang terkesan dipaksakan,” ujarnya.
Ia lalu menyitir contoh terbaru. Beberapa aktivis lingkungan justru ditetapkan sebagai tersangka terkait peristiwa yang terjadi pada Agustus 2025 lalu. Situasi ini, bagi Ray, menunjukkan arah penegakan hukum yang keliru. Alih-alih mengejar pembalak liar yang merusak ekosistem dan memicu banjir bandang, yang justru disasar adalah mereka yang berjuang melindungi lingkungan.
Jadi, pertanyaannya kini: akankah aparat belajar dari sejarah? Atau bencana kali ini lagi-lagi hanya akan berujung pada penangkapan beberapa "kambing hitam" saja, sementara akar masalahnya dibiarkan tumbuh subur?
Artikel Terkait
Prabowo Gebrak Meja: Wisata Bencana Jadi Ujian Loyalitas Kabinet
Said Didu Beri Sinyal Bahaya: Kudeta Sunyi Mengintai Istana?
Prabowo Geram, Larang Pejabat Wisata Bencana
Aturan Baru Kapolri Buka Pintu Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Disorot Langgar Putusan MK