Guru Pasuruan Dipecat Usai Curhat Jarak Mengajar Viral

- Rabu, 31 Desember 2025 | 17:30 WIB
Guru Pasuruan Dipecat Usai Curhat Jarak Mengajar Viral

Nama Nur Aini tiba-tiba ramai diperbincangkan. Perempuan asal Pasuruan ini resmi diberhentikan dari statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian itu datang setelah ia dinilai melanggar aturan disiplin ASN. Padahal, awal mula semua ini cuma sebuah keluhan sederhana yang viral.

Semuanya berawal di November 2025 silam. Saat itu, curhatannya tentang jarak mengajar yang sangat jauh menyebar luas di media sosial. Alih-alih mendapat simpati dan solusi, yang didapat justru sanksi berat: pemberhentian tetap. Keputusan ini, tentu saja, memantik perdebatan sengit di publik. Banyak yang mempertanyakan soal keadilan dan penerapan disiplin bagi aparatur negara.

Siapa sebenarnya Nur Aini?

Dia adalah seorang guru berusia 38 tahun yang mengabdi di SDN Mororejo II, Kecamatan Tosari, Jawa Timur. Tempat tinggalnya di Kecamatan Bangil, terpaut jarak yang tidak main-main: sekitar 57 kilometer dari sekolah. Bayangkan, setiap hari ia harus menempuh pulang-pergi lebih dari 110 kilometer.

Medannya ekstrem, berupa jalan pegunungan di kawasan kaki Gunung Bromo. Untuk bisa sampai sebelum bel masuk pukul delapan pagi, ia harus berangkat ketika langit masih gelap, sekitar pukul setengah enam. Rutinitas ini ia jalani dengan menumpang ojek atau diantar suami. Bukan cuma melelahkan, biaya transportasi yang membengkak juga jadi beban tersendiri mengingat gaji guru ASN yang tak seberapa. Kesehatannya pun kerap terganggu.

Curhat yang Berubah Jadi Bumerang

Profilnya mulai dikenal setelah ia muncul di video podcast akun TikTok Cak Sholeh, pada pertengahan November 2025. Di sana, dengan nada lirih, ia bercerita tentang perjalanan panjangnya dan harapannya untuk dimutasi ke sekolah yang lebih dekat. “Berangkat setengah enam, baru sampai setengah delapan lebih,” katanya.

Video itu langsung menyentuh hati banyak orang. Simpati mengalir deras. Nur Aini berharap, dengan menjadi viral, pemda akan mendengarkan permohonannya. Ia juga mengaku sedang dalam perawatan medis dan merasa tak lagi sanggup dengan perjalanan harian yang melelahkan itu.

Menurut pengakuannya, permohonan mutasi yang diajukan lewat BKPSDM seperti hilang ditelan angin. Tak ada tanggapan. Itulah yang akhirnya mendorongnya untuk angkat bicara di ruang publik.

Namun begitu, ceritanya tak sesederhana itu. Belakangan, muncul masalah lain yang justru lebih pelik.


Halaman:

Komentar