GKR Timoer Rumbaikusuma Dewayani, putri tertua Pakubuwono XIII, menjelaskan bahwa penghilangan tarian ini disebabkan Keraton Surakarta masih berada dalam masa berkabung. Tarian Bedhaya Ketawang memerlukan ritual khusus yang tidak sesuai dilaksanakan dalam kondisi berduka.
Ritual dan Tradisi yang Tetap Berlangsung
Meski tanpa tarian sakral, beberapa elemen tradisi tetap dipertahankan. Pembunyian gamelan masih dilakukan di area luar kedhaton, meski dilarang di dalam kedhaton selama masa berkabung.
Prosesi adat akan dimulai dari Probosuyoso, dilanjutkan dengan perjalanan menuju Siti Hinggil. Di situlah pembacaan ikrar atau sabda lingsir keprabon akan dilaksanakan sebelum raja baru melakukan kirab dengan kereta kencana.
Penegasan Legitimasi dan Kelanjutan Tradisi
GKR Timoer menegaskan bahwa pengukuhan Gusti Purbaya sebagai Pakubuwono XIV telah sesuai dengan adat Kasunanan. Sumpah yang diucapkan di hadapan jenazah ayahandanya merupakan simbol kesetiaan dan memastikan tidak terjadi kekosongan kepemimpinan di keraton.
Dengan demikian, meski berlangsung tanpa tarian sakral tertentu, prosesi Jumenengan Pakubuwono XIV Purbaya tetap dilaksanakan dengan menjaga inti tradisi dan tanggung jawab pemerintahan keraton.
Artikel Terkait
Prosesi Jumenengan Dalem PB XIV: Penobatan Gusti Purboyo di Keraton Solo
Kisruh Suksesi Keraton Solo: Dua Putra Raja Klaim Tahta Pakubuwono XIV
Dualisme Keraton Solo: Dua Calon Raja Berebut Tahta Pakubuwono XIV
Cacing Hidup Ditemukan di Makanan Gratis SMAN 6 Medan, Siswa Histeris!