Kalau dilihat dari statistik, keputusan ini sebenarnya tak terlalu mengejutkan. Musim ini, dari 15 laga yang dijalani PSIM, Rafinha cuma main tiga kali. Total waktu di lapangan? Cuma 59 menit. Situasi inilah yang kemudian jadi bahan evaluasi serius. Kedua belah pihak merasa perlu mencari jalan lain agar karier pemain 29 tahun itu tidak mandek.
Di sisi lain, Rafinha sendiri tampaknya sudah ikhlas. Dia merasa misi utamanya di Yogyakarta sudah tercapai: membawa PSIM naik kelas.
“Saya datang ke sini dengan misi membawa PSIM naik ke kasta tertinggi. Ketika musim berakhir dan PSIM promosi, saya merasa sangat senang dan bangga,” kenang Rafinha.
Meski begitu, perpisahan tetap saja meninggalkan rasa yang tidak sederhana. Ikatan emosionalnya dengan klub, para bobotoh, dan Kota Gudeg sendiri ternyata cukup dalam.
“Saya rasa, saya tidak akan pernah merasakan momen seperti ini lagi. Perasaan saya sekarang campur aduk, antara sedih dan senang,” tambahnya.
Sebagai penutup, dia punya harapan untuk mantan klubnya. Rafinha berpesan agar PSIM tetap konsisten dan bisa bersaing di papan atas Super League 2025-2026. Sementara itu, perjalanannya sendiri akan berlanjut di Kota Semarang.
Artikel Terkait
Marc Marquez: Gelar Ketujuh Setelah Enam Tahun Perjuangan, Lebih Manis dari Semua
Tardozzi Tertawa Menyikapi Gosip Ditendang Ducati
Erick Thohir Lepas Tangan, Proses Rekrutmen Pelatih Timnas Masuki Babak Akhir
Juventus Siapkan Kontrak Megah untuk Lindungi Kenan Yildiz dari Godaan Raksasa Eropa