2. Pengembangan Sistem Dukungan (Support System) Sekolah
Membangun support system yang melibatkan guru, psikolog sekolah, dan orang tua dianggap sangat penting. Kolaborasi ini bertujuan untuk menciptakan jalur komunikasi yang terbuka dan empatik dengan para siswa.
3. Pendidikan Literasi Digital Anti-Kekerasan
Diperlukan kurikulum khusus yang membekali siswa dengan kemampuan untuk mengenali, menganalisis, dan menolak konten ekstrem serta konten kekerasan yang beredar di ruang digital.
4. Penguatan Regulasi dan Prosedur Operasional Standar (SOP)
Memperkuat landasan regulasi dan SOP yang jelas untuk menangani potensi radikalisme dan kekerasan di lingkungan pendidikan.
KPAI menegaskan komitmennya bahwa setiap anak, baik yang berada di posisi sebagai pelaku maupun korban, tetap berhak mendapatkan perlindungan, bimbingan, dan kesempatan yang sama untuk memulihkan diri.
"Akar masalah kekerasan dan paham ekstremisme bukanlah semata-mata kesalahan individu. Ini adalah cerminan dari ekosistem pendidikan yang perlu kita perkuat secara komprehensif, mulai dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga ruang digital yang semakin luas," pungkas Aris.
Artikel Terkait
Kebakaran 3 Mobil di Kolong Rel Karang Anyar: Kronologi & Upaya Damkar
Jembatan Hongqi Runtuh: Kronologi, Penyebab Tanah Longsor, dan Alasan Tak Ada Korban Jiwa
Pemindahan IKN 2025: Strategi, Tahapan, & Dampak bagi ASN
Indonesia Undang Swedia Kolaborasi Ekonomi Karbon di COP30, Tekankan Investasi & Pengurangan Emisi