Menteri P2MI Jadi Bapak bagi Anak-anak Pekerja Migran di Acara Penuh Canda

- Rabu, 17 Desember 2025 | 15:05 WIB
Menteri P2MI Jadi Bapak bagi Anak-anak Pekerja Migran di Acara Penuh Canda

Menjelang peringatan Hari Migran Internasional, suasana di Gedung KP2MI Jakarta Selatan kemarin (17/12) terasa hangat dan berbeda. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menggelar acara peduli khusus untuk anak-anak yang orang tuanya bekerja jauh di luar negeri. Santunan diberikan, tapi yang lebih menarik adalah riuh rendah anak-anak mengikuti lomba baca puisi dan sesi dongeng.

Menteri P2MI, Mukhtarudin, hadir langsung di tengah keramaian itu. Dalam sambutannya, ia menekankan satu hal: perhatian negara tak boleh berhenti di penempatan kerja. Banyak anak-anak ini tumbuh jauh dari sosok ibu atau bapak. Karena itu, menurutnya, negara harus hadir memberi pendampingan.

“KP2MI dan saya sebagai menteri akan memposisikan kami sebagai bapak dari anak-anak pekerja migran,” ujarnya.

“Mereka butuh perhatian, butuh pendampingan, butuh kasih sayang. Jadi, hari ini merupakan bentuk kepedulian kita.”

Acara bertajuk 'Satu Cahaya, Ribuan Kisah' itu memang dirancang untuk menyentuh sisi emosional. Selain santunan, ada juga kegiatan donor darah yang diikuti pegawai dan warga sekitar. Tapi panggung utama jelas milik anak-anak. Lewat puisi dan dongeng, mereka mendapat ruang untuk berekspresi, sekaligus motivasi.

Mukhtarudin melanjutkan, pendampingan seperti ini penting untuk memenuhi kebutuhan emosional anak-anak yang ditinggal.

“Kita memberikan motivasi, edukasi, serta perhatian kepada anak-anak pekerja migran Indonesia yang orang tuanya berangkat ke luar negeri berjuang untuk keluarganya,” sambungnya.

Ia pun menegaskan komitmen yang lebih luas. Peran kementeriannya, katanya, tidak berhenti saat pekerja sudah ditempatkan. Pemberdayaan keluarga, termasuk anak-anak, adalah bagian dari tanggung jawab yang berkelanjutan.

“Pembinaan kita tidak berhenti hanya menempatkan saja. Namun negara tetap hadir untuk melakukan pemberdayaan,” tegas Mukhtarudin.


Halaman:

Komentar