Lalu saat lelang berlangsung, Chusnul berkoordinasi dengan Kelompok Kerja (Pokja). Pesannya sederhana: rekanan tertentu yang sudah dia tunjuk harus diberi perhatian khusus. Setelah menang, balas budi pun ditagih. Rekanan merasa wajib memenuhi permintaan Chusnul. Kalau tidak, mereka khawatir akan dipersulit dalam lelang-lelang berikutnya.
Semua itu tentu bukan tanpa imbalan. Selama menjabat sebagai PPK di BTP Wilayah Sumatera Bagian Utara dan Medan periode 2021-2024, Chusnul diduga menerima uang yang jumlahnya fantastis. Totalnya mencapai Rp12,12 miliar. Rinciannya, sekitar Rp7,2 miliar dari Dion Renato Sugiarto, dan sisanya Rp4,8 miliar dari rekanan pelaksana pekerjaan lainnya.
"Atas perbuatannya, Chusnul diduga kuat telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,"
tegas Asep.
Sebelum Chusnul, KPK sudah lebih dulu mengamankan tiga tersangka lain dalam kasus yang berkelindan ini. Mereka adalah Muhlis Hanggani Capah (ASN DJKA), Eddy Kurniawan Winarto (wiraswasta), dan tentu saja, Dion Renato Sugiarto. Penahanan beruntun ini menunjukkan penyidikan yang terus bergulir, mengurai benang kusut proyek perkeretaapian di Medan.
Artikel Terkait
Trump Dorong Penurunan Status Ganja Federal, Buka Jalan untuk Riset dan Bisnis
Remaja Palestina Tewas Tertembak dalam Penggerebekan Israel di Tepi Barat
BMKG Catat 40.000 Gempa Sepanjang 2025, Hanya 24 yang Merusak
Pratikno: Huntara Jadi Prioritas Utama Pasca-Banjir di Tiga Provinsi