Sirkulasi Ilusi Tutup Rangkaian, Festival Teater Indonesia 2025 Gemakan Panggung Jakarta

- Senin, 15 Desember 2025 | 14:10 WIB
Sirkulasi Ilusi Tutup Rangkaian, Festival Teater Indonesia 2025 Gemakan Panggung Jakarta

tambah Fadli Zon.

Mengusung tema "Sirkulasi Ilusi", festival perdana ini berambisi jadi ruang temu yang cair. Tema itu sendiri sebuah sorotan tajam pada pertemuan realitas dan representasi di kehidupan kita sekarang dijadikan kerangka untuk mempertemukan gagasan, seniman, dan memperkaya hubungan antara karya sastra dengan panggung pertunjukan. Dalam catatan kuratorial, "sirkulasi" dimaknai sebagai pergerakan ide yang melintasi batas, sementara "ilusi" adalah lensa untuk membaca hubungan rumit antara panggung dan kenyataan sosial di luarnya.

Jalannya festival ini sendiri dimulai dari proses kurasi yang ketat. Lewat Panggilan Terbuka yang digelar Agustus hingga September 2025, panitia menjaring 213 pendaftar dari 95 kabupaten/kota. Hasilnya, terpilih 16 kelompok dan seniman, ditambah empat kelompok undangan, yang kebanyakan menampilkan adaptasi karya sastra Indonesia. Mereka tak hanya dapat panggung, tapi juga dukungan dana produksi dan pendampingan kuratorial.

Nama-nama seperti Bali Eksperimental Teater, Studiklub Teater Bandung, Teater Kubur, hingga seniman individu semacam Luna Vidya atau Porman Wilson Manalu, memenuhi daftar peserta. Mereka menghidupkan kembali karya sastra di atas panggung dengan interpretasi yang segar. Sebut saja "Burung Manyar Kita" dari Bengkel Seni Embun Ambon, atau "Hikayat Asampedas/Aroma Bomoe" yang dibawa Serikat Teater Sapu Lidi dari Banda Aceh.

Menutup rangkaian acara, harapan Fadli Zon jelas: FTI harus terus jadi ruang pertukaran yang subur bagi pelaku teater. Bahkan, ia melihat potensi besar festival ini untuk masuk dalam ekosistem ekonomi kreatif.

Momen penghargaan juga tak terlupa. Lifetime Achievement Award diserahkan kepada Putu Wijaya, seorang maestro yang kontribusinya pada dunia teater dan sastra Indonesia sudah tak diragukan lagi. Apresiasi negara ini diberikan tepat di hadapan para undangan, termasuk Direktur Jenderal Pengembangan Kebudayaan Ahmad Mahendra, penggagas festival Happy Salma, dan Ketua Umum PENASTRI Shinta Febriany.

Dan dengan itu, lampu di Graha Bhakti Budaya pun padam. Tapi percakapan tentang teater, ilusi, dan sirkulasi gagasannya, nampaknya baru saja dimulai.


Halaman:

Komentar