"Kamboja harus menghentikan permusuhan terlebih dahulu. Baru setelah itu kita bisa duduk untuk bernegosiasi," tegas Surasant.
Di lapangan, aksi militer terus berjalan. Pasukan Thailand pada Sabtu (13/12) mengklaim telah menghancurkan sebuah jembatan strategis. Jembatan itu diduga digunakan Kamboja untuk mengirimkan persenjataan berat dan perlengkapan lain ke wilayah perbatasan. Mereka juga melancarkan operasi yang menargetkan posisi artileri Kamboja di Provinsi Koh Kong.
Jam malam di Trat diberlakukan mulai pukul 10 malam hingga 4 pagi. Untungnya, aturan ini tidak mencakup pulau-pulau wisata populer seperti Koh Chang dan Koh Kood. Sebelumnya, langkah serupa sudah lebih dulu diterapkan di Provinsi Sa Kaeo bagian timur, dan aturan itu masih berlaku hingga sekarang.
Baku tembak dengan senjata berat ini sudah berlangsung di beberapa titik sepanjang perbatasan mereka yang mencapai 817 kilometer. Pertempuran sejak Senin lalu disebut-sebut sebagai yang paling sengit dalam beberapa bulan terakhir, mengingatkan pada bentrokan lima hari di bulan Juli yang waktu itu akhirnya diredakan setelah mediasi dari Presiden AS Donald Trump dan Malaysia.
Ngomong-ngomong soal Trump, mantan presiden AS itu mengaku telah berbicara dengan kedua pemimpin pada Jumat lalu. Menurutnya, Perdana Menteri sementara Thailand Anutin Charnvirakul dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet telah sepakat untuk "menghentikan semua penembakan". Sayangnya, kata-kata itu sepertinya belum sepenuhnya terwujud di tanah perbatasan yang masih bergemuruh.
Artikel Terkait
DWP Kementerian UMKM dan ID FOOD Kirim Perlengkapan Bayi untuk Korban Bencana Sumatera
Warga Muara Baru Resah, Pria Bawa Golok Diamuk di Gang Sempit
Prabowo Tegaskan Indonesia Mampu Tangani Bencana Sumatera Tanpa Bantuan Asing
Prabowo Soroti Bencana Sumatera dan Ancaman Perubahan Iklim di Sidang Kabinet