"Nggak (parah) kalau cuma sepinggang mah buat kita udah biasa,"
ucapnya mencoba bersikap santai. Tapi, kata-kata itu justru menyiratkan sebuah kenormalan yang seharusnya tidak normal.
Di sisi lain, Rehan (54), warga lain yang juga merasakan dampaknya, punya analisis sendiri. Menurutnya, masalah utamanya ada di kedalaman sungai. "Banjir di sini tuh gara-gara kalinya dangkal," tegasnya.
"Ada itu yang ngerukin, tapi kagak diambil, dibiarin aja di samping. Kadang ada orang yang nyari besi paku gitu. Nah kalau kayak gitu air datang yang tinggi,"
ujar Rehan menjelaskan. Tumpukan material pengerukan yang dibiarkan begitu saja, ditambah aktivitas pencari besi bekas, disebutnya memperparah keadaan. Dasar sungai yang makin dangkal membuat air mudah meluap bahkan saat hujan tidak terlalu deras.
Jadi, bagi mereka, banjir bukan sekadar air yang datang dan pergi. Ia adalah sebuah siklus gangguan yang memaksa hidup berjalan dengan cara-cara yang sangat tidak manusiawi. Dan sepertinya, siklus itu belum akan berakhir dalam waktu dekat.
Artikel Terkait
Video Bocor: Assad Mengejek Putin di Mobil, Kini Justru Berlindung di Moskow
Dua Pembalap Liar Diamankan Usai Patroli Dini Hari Bubarkan Kerumunan di Jalan Ahmad Yani
Karung Pasir Darurat, Pemerintah DKI Janjikan Perbaikan Permanen Tanggul Laut
UMP 2026 DKI Dikabarkan Hampir Final, Tapi Tawar-Menawar Buruh-Pengusaha Masih Berlangsung