Banjir lagi. Bagi warga RT 11 RW 6 di Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, genangan air yang datang silih berganti dalam sepekan ini sudah jadi pemandangan biasa. Tapi, rutinitas yang terpaksa dijalani untuk sekadar memenuhi kebutuhan paling dasar, seperti mandi, cuci, dan kakus, jauh dari kata biasa. Rasanya seperti bertahan hidup.
Arianti, seorang ibu berusia 41 tahun, menghela napas. Di rumahnya, air bisa menggenang setinggi 80 sentimeter. Bayangkan, ketinggian itu sudah melebihi lutut orang dewasa. Akibatnya, toilet di rumahnya tak bisa dipakai sama sekali.
"Ya boker aja di sini, pake kursi jongkok aja depan pintu. Ya mau gimana? Toiletnya aja ketutup air. Ntar biar lewat aja sama air banjirnya,"
katanya, Minggu (7/12/2025) lalu. Suaranya terdengar pasrah, namun ada getar kelelahan yang tak bisa disembunyikan.
Menurut Arianti, itulah satu-satunya cara. Mereka terpaksa jongkok di ambang pintu, lalu membersihkan diri dengan air banjir yang keruh itu. "Jongkok aja buka celana depan pintu, cebok di situ," ujarnya lagi, menggambarkan betapa daruratnya situasi yang mereka hadapi.
Rumah Arianti memang cuma berjarak lima meter dari bantaran Sungai Ciliwung. Kalau dilihat sekilas, posisinya kini lebih rendah dari permukaan air sungai. Jadi, saat Ciliwung meluap, rumahnyalah yang pertama-tama kebagian "jatah".
Artikel Terkait
Mayat Wanita Terikat Ditemukan di Bogor Usai Dibawa Boncengan Motor
Bantuan Baintelkam Polri Tiba, Warga Korban Bencana di Sumbar Mulai Terbantu
Pasca Banjir Aceh, Trauma yang Tersisa Diatasi dengan Dukungan Psikososial
Prabowo Pimpin Rapat Darurat di Aceh, Cari Solusi Pengiriman Bantuan yang Lebih Bermartabat