Selain Nadiem, terdapat empat pihak lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah mantan konsultan Kemendikbudristek Ibrahim Arief, Direktur Sekolah Dasar Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Menengah Pertama Mulyatsyah, serta mantan staf khusus Nadiem, Jurist Tan.
Kasus ini bermula dari pertemuan antara Nadiem dengan perwakilan Google Indonesia pada Februari 2020. Dalam pertemuan tersebut, disepakati penggunaan produk Google, yaitu Chrome OS dan perangkat Chromebook, untuk proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kemendikbudristek. Padahal, proses pengadaan perangkat TIK saat itu sebenarnya belum dimulai.
Kejaksaan Agung menyoroti respons Nadiem terhadap surat dari Google Indonesia yang mengajukan partisipasi dalam pengadaan TIK. Surat serupa sebelumnya tidak ditanggapi oleh pendahulunya, Muhadjir Effendy, menyusul kegagalan uji coba Chromebook tahun 2019 yang dinilai tidak cocok untuk sekolah di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T).
Dalam perkara ini, negara diduga mengalami kerugian hingga mencapai Rp 1,98 triliun. Nilai kerugian ini berasal dari dua komponen utama:
- Pembayaran untuk perangkat lunak Chrome Device Management (CDM) senilai Rp 480 miliar.
- Selisih harga atau mark-up untuk laptop di luar CDM yang mencapai Rp 1,5 triliun.
Kejaksaan Agung belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai perbandingan harga wajar dengan harga pembelian yang dilakukan oleh Kemendikbudristek saat itu.
Menanggapi penetapannya sebagai tersangka, Nadiem Makarim membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Ia menyatakan keyakinannya bahwa Tuhan akan memberikan perlindungan. Nadiem menegaskan komitmennya terhadap integritas dan kejujuran dalam setiap langkah yang diambil selama ini.
Artikel Terkait
ISIS Gagal Bunuh Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa dalam Dua Upaya Pembunuhan
H. Suripto SH Meninggal: Kisah Pejuang Intelijen & Pendiri KNRP
Bentrokan ISWAP vs Boko Haram Tewaskan 200 Milisi di Nigeria
KPK Tetapkan 5 Tersangka Baru Kasus Suap Dana PEN Situbondo Rp 4,21 Miliar