Guru Tunggu Tunjangan, Masalah Retur Masih Jadi Tantangan

- Kamis, 01 Januari 2026 | 01:00 WIB
Guru Tunggu Tunjangan, Masalah Retur Masih Jadi Tantangan

Upaya Menekan Angka Retur: Komitmen Pemerintah untuk Tunjangan Guru yang Tepat Waktu

Oleh: Hamzah Akbar Silalahi (Pembina Teknis Perbendaharaan Negara KPPN Tipe A2 Kutacane)

Meningkatkan kesejahteraan guru jelas jadi prioritas. Nah, salah satu terobosan yang digulirkan pemerintah adalah mengubah total cara penyaluran Tunjangan Profesi Guru (TPG). Dulu, dana mengalir dulu ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sebelum akhirnya sampai ke guru. Sekarang, ceritanya beda. Mekanismenya dipangkas. KPPN kini yang menyalurkan langsung dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke rekening pribadi para guru.

Perubahan fundamental ini punya dasar hukum kuat, yakni Permendikdasmen Nomor 4 Tahun 2025. Aturan itu menegaskan penyaluran dilakukan per triwulan biasanya di bulan Maret, Juni, September, dan November langsung ke rekening tujuan. Skema ini diharapkan bisa mewujudkan prinsip pengelolaan dana yang lebih tertib, efisien, dan yang paling penting, transparan.

Manfaatnya cukup terasa. Proses pembayaran jadi lebih cepat karena dana tak lagi 'mampir' atau bahkan 'terparkir' lama di RKUD. Risiko penyalahgunaan anggaran juga bisa ditekan. Dari sisi guru, ada kepastian jadwal dan kemudahan memantau status pembayaran lewat sistem informasi. Singkatnya, langkah ini menunjukkan keberpihakan yang nyata.

Namun begitu, di balik efisiensi sistem baru ini, masalah klasik masih mengintai: retur pembayaran atau SP2D. Ini terjadi ketika dana dikembalikan bank karena transaksi gagal. Alhasil, guru harus menunggu lebih lama, sementara pemerintah harus membenahi data yang bermasalah. Retur bukan cuma soal teknis, lho. Ini juga urusan kepercayaan. Makanya, Gerakan Zero Retur SP2D digaungkan sebagai komitmen bersama.

Lantas, apa saja pemicu retur ini? Penyebabnya beragam. Bisa karena data rekening tidak valid nomor atau nama pemiliknya tak cocok dengan data bank. Rekening yang sudah tidak aktif atau dorman juga sering jadi biang kerok. Tak kalah sering, guru mengganti rekening tapi lupa melaporkan perubahannya, apalagi jika pergantian dilakukan saat proses penyaluran sedang berjalan. Belum lagi soal ketidak-sinkronan data antara Dapodik, SIMTUN, dan sistem perbendaharaan.

Ambil contoh di wilayah kerja KPPN Kutacane, yang mencakup Pemkab Aceh Tenggara dan Gayo Lues. Angka retur masih fluktuatif. Paling tinggi mencapai 9 kasus di Triwulan I, lalu turun jadi 4 di Triwulan III. Eh, di Triwulan IV malah naik lagi ke angka 6. Fluktuasi ini sinyal jelas bahwa ketelitian dan koordinasi antar pihak dari guru, sekolah, dinas, sampai pusat masih perlu ditingkatkan.

Jadi, bagaimana solusinya? Menekan angka retur butuh kerja sama dari semua lini. Berikut beberapa langkah kunci untuk masing-masing pihak:


Halaman:

Komentar