Agenda Pasca-2025: Islam Moderat, Keamanan ASEAN, dan Kontrol Narasi Digital
Transformasi Pengawasan Umat Islam di Era Digital
Dunia telah mengalami perubahan fundamental dalam pengawasan komunitas Muslim. Pengawasan tidak lagi terbatas pada masjid, majelis, dan pesantren, tetapi telah berevolusi menjadi sistem pengawasan digital berbasis data, algoritma, dan narasi online. Pasca-2025, strategi pengendalian umat Islam di Asia Tenggara memasuki fase baru yang beralih dari kontrol teologis tradisional menuju pengawasan digital yang memantau wacana dan perilaku daring.
Evolusi Fatwa: Dari Ulama ke Algoritma Media Sosial
Era digital melahirkan fenomena "Cyber Ulama" di mana fatwa sosial tidak lagi semata-mata berasal dari ulama tradisional, tetapi dari algoritma media sosial. Konten yang dikategorikan sebagai "radikal" secara sistematis dikubur oleh sistem, sementara konten "moderat" dipromosikan ke beranda jutaan pengguna. Kekuasaan baru ini berupa kurasi algoritmik atas kesadaran beragama, dengan Religious Digital Literacy Movement menjadi proyek global untuk mengarahkan opini publik Islam agar selaras dengan narasi keamanan negara dan stabilitas regional.
Moderasi Beragama 5.0: Dari Konsep ke Implementasi Infrastruktur
ASEAN Cybersecurity Cooperation Framework pasca-2025 tidak hanya melindungi data ekonomi, tetapi juga memantau konten ideologis. Jejaring keagamaan menjadi pusat distribusi "moderasi digital" dengan sistem deteksi dini untuk narasi keagamaan yang dianggap ekstrem. Beberapa proyek strategis yang sedang dikembangkan termasuk:
- AI Monitoring System for Religious Narratives – sistem pengawasan konten keagamaan berbasis machine learning
- Digital Santri Program – pelatihan konten kreator untuk dakwah moderat di platform digital
- Global Peace Messaging Hub – pusat pesan perdamaian lintas negara yang berfungsi sebagai alat diplomasi dan observasi wacana umat
Posisi Strategis ASEAN dalam Geopolitik Global
ASEAN pasca-2025 menjadi zona penyeimbang antara dua kekuatan global: Blok Barat-Transatlantik yang mempromosikan demokrasi dan moderasi, serta blok Eurasia-Tiongkok-Rusia yang mendorong nasionalisme konservatif. Islam Indonesia diposisikan sebagai model buffer state – tidak melawan Barat namun tidak meniru Timur. Posisi ini rentan karena melibatkan perebutan kendali antara kekuasaan politik nasional, korporasi teknologi global, dan lembaga keamanan regional.
Artikel Terkait
7 Pesan Abadi Jenderal Sudirman di Hari Pahlawan 10 November
7 Tips Perawatan Setelah Operasi LASIK untuk Hasil Penglihatan yang Optimal
Angin Puting Beliung Terjang Terminal Sidomulyo Melawi, 7 Kios Rusak Parah
Rangkuman Berita Kalbar: Demo Korupsi, Narkoba 21 Gram, hingga Penyelewengan Solar