Haryanto menegaskan bahwa isu yang menyudutkannya seolah ikut mengatur atau mengetahui rencana OTT adalah sebuah fitnah. "Pas kami keluar, sudah ramai. Setelah itu saya langsung pulang. Sore baru banyak berita macam-macam. Saya luruskan, jangan ada fitnah," tegasnya.
Kronologi dan Modus Dugaan Korupsi
OTT KPK pada 3 November 2025 ini dilakukan di dua lokasi, yaitu Riau dan Jakarta. Dalam operasi ini, petugas berhasil menyita uang tunai sebesar Rp800 juta sebagai barang bukti.
Diduga, Abdul Wahid sempat berusaha menyembunyikan diri sebelum akhirnya berhasil diamankan bersama orang kepercayaannya di barbershop Jalan Paus tersebut.
KPK mengungkap bahwa kasus ini berkaitan dengan dugaan korupsi dalam pengelolaan anggaran untuk peningkatan jalan dan jembatan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) PKPP Provinsi Riau pada tahun anggaran 2025.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyampaikan bahwa Abdul Wahid diduga kuat menaikkan nilai fee atau uang jasa proyek dari yang semula 2,5 persen menjadi 5 persen dari total nilai anggaran. Anggaran pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan tersebut melonjak dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar, dengan perkiraan nilai fee yang diminta mencapai sekitar Rp7 miliar.
Pihak Dinas PUPR yang dinilai tidak sanggup memenuhi permintaan fee tersebut disebutkan diancam dengan mutasi jabatan. Praktik pemerasan semacam ini dalam kasus ini dikenal dengan istilah "jatah preman".
Artikel Terkait
Zohran Mamdani Menangi Pilwalkot NYC 2025: Kemenangan Bersejarah untuk Politik Progresif
ASDP Cetak Laba Rp637 Miliar, Kok Direksinya Dituntut 8,5 Tahun Penjara?
Evaluasi Kebijakan Kemenkum Kalbar Capai Hasil Final, Siap Jadi Dasar Rekomendasi
Kisah Inspiratif Pak Suripto: Mantan Intelijen dan Guru Cinta Tanah Air