Pernyataan Prabowo yang membela Whoosh dan menjamin tidak ada masalah bertolak belakang dengan sikap Purbaya Yudhoyono yang sebelumnya menolak pembayaran utang Whoosh menggunakan APBN. Purbaya bahkan menyatakan gaya koboy dan ceplas-ceplosnya adalah perintah presiden.
Kontradiksi dalam Kebijakan Whoosh
Keputusan menggunakan APBN untuk membayar utang Whoosh di tengah kondisi darurat keuangan negara menuai kritik. APBN 2025 diproyeksikan defisit Rp 616,2 triliun dan APBN 2026 defisit Rp 638,8 triliun. Alih-alih menggunakan uang hasil rampasan korupsi untuk menutupi defisit pembangunan, pemerintah justru mengalokasikannya untuk membayar utang Whoosh.
Logika menggunakan hasil rampasan korupsi untuk membayar utang proyek yang diduga bermasalah ini dianggap tidak masuk akal oleh banyak kalangan. Terlebih, sumber pembiayaan yang siap digunakan saat ini adalah APBN, bukan uang rampasan yang masih berupa janji.
Dampak pada Kepercayaan Publik
Bantahan Prabowo sulit mengembalikan kepercayaan rakyat Indonesia. Masyarakat melihat ini sebagai konflik intra-psikis dimana Prabowo tahu dirinya terikat kompromi politik dengan Jokowi, namun tetap membantah untuk menciptakan ilusi kemandirian di depan publik.
Keputusan membebani rakyat dengan utang Rp 1,2 triliun per tahun selama 60 tahun untuk melindungi kepentingan tertentu dipertanyakan banyak pihak. Rakyat semakin bertanya-tanya: presiden bekerja untuk rakyat atau untuk koruptor?
Artikel Terkait
Politik Titipan Prabowo-Jokowi: Warisan IKN, Whoosh, hingga Gibranisme yang Masih Berlanjut
Ledakan Masjid SMAN 72 Kelapa Gading: Polisi Geledah Rumah Siswa, 54 Korban Luka
Whoosh Tak Boleh Pakai APBN: Analisis Wacana PSO untuk Kereta Cepat
Zohran Mamdani Menangi Pilwalkot NYC 2025: Kemenangan Bersejarah untuk Politik Progresif