10 Tanda Kekerasan Verbal dalam Pernikahan & Cara Mengatasinya

- Selasa, 04 November 2025 | 10:15 WIB
10 Tanda Kekerasan Verbal dalam Pernikahan & Cara Mengatasinya

10 Tanda Kekerasan Verbal dalam Pernikahan yang Sering Diabaikan

Dalam sebuah pernikahan, cinta seharusnya menjadi ruang aman bagi kedua pasangan untuk tumbuh bersama. Namun, tidak semua hubungan berjalan dengan cara yang sehat. Kekerasan verbal seringkali menjadi masalah tersembunyi yang dampaknya sangat merusak.

Kekerasan verbal tidak selalu datang dalam bentuk fisik, melainkan lewat kata-kata yang menyakitkan. Bentuk kekerasan ini kerap luput disadari karena dibungkus dengan candaan atau kritik yang tampak sepele. Meski begitu, dampaknya bisa sangat dalam dan merusak kepercayaan diri serta kestabilan emosional pasangan.

Jika dalam pernikahan Anda sering merasa terhina, tidak dihargai, atau selalu disalahkan, mungkin saatnya memperhatikan tanda-tanda kekerasan verbal berikut ini.

Tanda-Tanda Kekerasan Verbal dalam Pernikahan

1. Candaan yang Menyakitkan

Pelaku kekerasan verbal sering menggunakan humor sebagai tameng. Mereka membuat lelucon yang menyinggung, lalu berkata, "Aku cuma bercanda!" Ketika pasangannya tersinggung, mereka menuduh pasangan terlalu sensitif. Candaan seperti ini sering menyasar hal-hal penting bagi Anda seperti keyakinan, nilai, atau kelompok sosial yang Anda anut.

2. Komentar Kasar tentang Penampilan

Kritik terhadap fisik menjadi senjata lain dalam kekerasan verbal. Pelaku bebas menilai pasangan dengan komentar seperti, "Rambutmu jelek," atau "Kamu harusnya diet." Tidak ada empati dalam komentar tersebut, hanya ejekan yang perlahan mengikis rasa percaya diri pasangan.

3. Mengabaikan Perasaan Pasangan

Ketika Anda menyampaikan kesedihan, pelaku akan menanggapinya dengan ucapan seperti, "Sudahlah, jangan lebay!" atau "Kamu terlalu drama." Mereka tidak mampu menempatkan diri di posisi Anda dan selalu menolak untuk memvalidasi emosi yang Anda rasakan.

4. Melarang Topik Pembicaraan

Dalam pernikahan yang sehat, komunikasi adalah kunci. Namun pelaku kekerasan verbal justru membatasi topik pembicaraan. Mereka menutup diskusi dengan kalimat seperti, "Jangan bahas politik, aku tidak mau dengar!" Larangan ini membuat Anda kehilangan ruang berekspresi dan berdialog secara terbuka.

5. Memberi Perintah


Halaman:

Komentar