Gaya Busana Santri di Kampus: Pergeseran Makna dan Dampak pada Identitas

- Sabtu, 01 November 2025 | 12:25 WIB
Gaya Busana Santri di Kampus: Pergeseran Makna dan Dampak pada Identitas

Makna Pakaian Berubah di Ruang Sosial Berbeda: Analisis Gaya Santri di Kampus

Di era modern, pakaian telah berevolusi menjadi lebih dari sekadar kebutuhan dasar. Ia telah menjadi bahasa sosial yang penuh makna. Banyak orang menciptakan narasi tersendiri melalui setiap helai busana yang mereka kenakan.

Namun, makna yang melekat pada pakaian ini bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau ruang sosial tempatnya dikenakan. Seorang santri yang mengenakan celana cutbray hitam dengan atasan wisspie coklat dan kerudung pashmina di pondok pesantren mungkin akan dianggap kurang sesuai dengan norma kesantrian. Penampilan tersebut bisa dinilai terlalu mencolok.

Sebaliknya, busana seperti abaya mahogany yang dipadukan dengan kerudung pashmina ivory justru akan dinilai anggun, santun, dan fashionable dalam konteks pesantren.

Perubahan Makna Saat Lingkungan Berubah

Narasi ini berbalik ketika ruang sosialnya berganti. Celana cutbray dan atasan wisspie yang tadi dianggap "kurang pas" di pesantren, justru bisa dinilai menarik dan kekinian di lingkungan kampus umum.

Di sisi lain, abaya yang elegan di pesantren justru bisa mendapat stigma "terlalu dewasa", "keibuan", atau identik dengan pengajar agama di kampus. Bahkan, tidak jarang penampilan ini dikaitkan dengan figur seperti bunyai atau ustazah, yang bagi sebagian mahasiswa dianggap kurang relevan dengan gaya mereka.

Dari sini terlihat jelas bahwa lingkungan adalah faktor kunci yang membentuk makna sebuah pakaian.

Fenomena Nyata: Pengalaman Santri di Kampus Umum

Fenomena perubahan makna pakaian ini bukan hanya teori. Banyak mahasiswi lulusan pesantren yang mengalami perubahan gaya berpakaian setelah memasuki dunia perkuliahan, khususnya di kampus umum.

Mereka cenderung meninggalkan pakaian yang biasa dikenakan di pesantren karena merasa maknanya telah bergeser. Kekhawatiran akan pandangan orang lain membuat mereka lebih memilih outfit kekinian (outfit kalcer) dan jarang terlihat mengenakan busana syar'i seperti abaya atau jubah. Stigma seperti "ke ibu-ibuan" atau "ke alim-aliman" menjadi alasan kuat di balik perubahan ini.

Kisah Rara: Keraguan di Lingkungan Baru


Halaman:

Komentar