Perang Hybrid: Bentuk Baru Peperangan yang Kaburkan Batas Sipil dan Militer
Pengamat militer Selamat Ginting menganalisis bahwa bentuk peperangan antarnegara saat ini telah mengalami perubahan fundamental. Perang tidak lagi didominasi oleh pertempuran infantri, melainkan telah berkembang menjadi perang hybrid.
Menurutnya, kondisi peperangan kontemporer menuntut adanya kolaborasi simbiosis antara unsur sipil dan militer untuk menghadapi kompleksitas ancaman yang ada.
Apa Itu Perang Hybrid dan Unsur-unsurnya?
Selamat Ginting memaparkan bahwa perang hybrid melibatkan berbagai unsur di luar militer konvensional. "Perang hybrid ini melibatkan unsur politik, psikologis, ekonomi, cyber, dan kebudayaan," ujarnya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Partai Negoro di Jakarta, Kamis (30/10).
Konsekuensi dari perang hybrid ini adalah kaburnya batas yang jelas antara wilayah sipil dan militer. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi interdependensi atau saling ketergantungan antara komponen sipil dan militer dalam strategi pertahanan negara.
Evolusi Peperangan: Dari Generasi Ketiga ke Generasi Kelima
Selamat Ginting menegaskan bahwa dunia sedang menyaksikan perubahan mendasar dalam cara berperang. "Inilah dunia kontemporer yang betul-betul kita saksikan perubahan mendasar dalam peperangan, tidak lagi generasi ketiga antar infantri tetapi generasi kelima perang hibrida," tuturnya.
Sebagai contoh nyata dari perang hybrid, dia mengungkapkan penggunaan sound horeg dalam konflik antara Thailand dan Kamboja beberapa waktu lalu, yang menunjukkan bagaimana elemen non-konvensional digunakan dalam peperangan modern.
Artikel Terkait
Zohran Mamdani: Strategi Kemenangan & Tantangan di Pilkada New York
Janji Menteri ESDM Bahlil: Listrik 24 Jam di Sulut Terwujud Sebelum 2026
Pembangunan SMK di Siau Barat Utara Diusulkan untuk Anggaran 2026
3 Anggota Polisi Mabuk Tabrak Pejalan Kaki di Medan, Korban Kritis