Kisah Inspiratif Jumaroh: Dari Pemulung Sampah ke Calon Ilmuwan di Sekolah Rakyat
Sampah telah berubah menjadi berkah bagi Jumaroh (16), seorang siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 13 Bekasi. Remaja ini sebelumnya menghabiskan waktunya untuk membantu pekerjaan ibunya yang berprofesi sebagai pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang.
"Saya membantu memilah sampah di rumah seperti botol-botol, beling, kardus, dan sandal. Semuanya dipisahkan ke dalam karung-karung yang berbeda," tutur Jumaroh mengenai aktivitasnya sebelum bersekolah.
Kehidupan keluarganya sangat bergantung pada hasil memulung. Ibunya berangkat bekerja sejak subuh dan pulang untuk istirahat pada pukul 12 siang, kemudian berangkat kembali pada sore hari. Dalam sehari, mereka biasanya hanya mengumpulkan sekitar setengah karung sampah yang kemudian dijual dalam keadaan kotor ke pengepul.
Perjuangan Hidup dan Ekonomi Keluarga
Pendapatan dari memulung sampah hanya sekitar Rp 200 ribu per minggu. Sementara itu, penghasilan ayahnya sebagai penjaga warung kelontong juga tidak menentu, kadang hanya Rp 70 ribu per hari.
Kondisi ekonomi yang serba terbatas memaksa keluarga Jumaroh hanya bisa makan dua kali sehari. Pagi hari, ibunya hanya sempat memasak nasi tanpa lauk. Baru pada malam hari mereka bisa makan dengan lauk yang dimasak oleh Jumaroh sendiri.
Artikel Terkait
Ibu-Ibu Kudus Giat Pilah Sampah, Dimulai dari Demo Masak Seru
JK Soroti Tiga Fase Pemulihan Usai Banjir Bandang Tapteng
Ijazah Jokowi Tak Kunjung Redup, Pengamat Heran Isu Strategis Terabaikan
Prabowo Turun Langsung ke Agam, Beri Semangat bagi Korban Banjir dan Longsor