Sulfikar menyebut proyek KCIC sebenarnya sudah dikaji tidak layak sejak awal. Studi Universitas Indonesia menyimpulkan proyek ini terlalu mahal dibanding tawaran Jepang yang menggunakan skema Government-to-Government (G2G) dengan biaya lebih murah.
"Jepang sudah mendesain Jakarta-Bandung yang nantinya bisa diperpanjang sampai Surabaya dengan pendanaan jauh lebih murah. Tapi kemudian mereka disalib oleh Beijing, dan itu sepenuhnya keputusan Jokowi," jelasnya.
Sejarah dan Perbandingan Teknologi Kereta Indonesia
Sulfikar mengingatkan Indonesia sebenarnya sudah mengembangkan teknologi kereta semi-cepat sejak era Presiden BJ Habibie pada 1995. Saat itu, PT INKA bersama PT KAI memproduksi kereta yang bisa menempuh Jakarta-Bandung dalam 2,5 jam.
"Proyek JB 250 dan JS 750 sudah dimulai Pak Habibie. Teknologi kita sudah ada, industri dan kompetensinya sudah siap," katanya.
Menurutnya, untuk meningkatkan kereta Jakarta-Bandung menjadi hanya 2 jam perjalanan, Indonesia hanya butuh sekitar 10% dari biaya pembangunan kereta cepat.
Pelajaran Mahal untuk Tata Kelola Pembangunan
Sulfikar menekankan pentingnya mengaudit proyek untuk mengetahui akar masalah, termasuk mengapa terjadi cost overrun dari Rp66 triliun menjadi lebih dari Rp100 triliun, dan mengapa proyek diberikan ke China padahal yang melakukan studi kelayakan komprehensif adalah JICA Jepang.
"Kita harus mencari tahu kenapa masalah ini terjadi dan siapa yang bertanggung jawab. Prabowo tidak boleh mengulang dosa-dosa Jokowi," tegasnya.
Ia menekankan perlunya memperbaiki sistem tata kelola dan proses pengambilan keputusan untuk pembangunan yang dibiayai dana publik, menyebut ini sebagai pelajaran berharga yang sangat mahal bagi Indonesia.
Artikel Terkait
Hashim Bocorkan Modus Sogok 1 Miliar Dolar AS ke Prabowo, Siapa Dalangnya?
Miriam Adelson: Ratu Judi Las Vegas yang Jadi Pilar Utama Pendanaan Israel
Desak Negara Muslim Kirim Pasukan, Apa Langkah FUTA Jabar Selanjutnya?
Muezza, Kucing yang Menjaga Cahaya Peradaban: Dari Sphinx Hingga Pelukan Nabi