Kucing dalam Peradaban: Dari Sphinx Mesir Kuno hingga Muezza dalam Islam
Oleh: Chichi S
Kucing merupakan satu-satunya hewan yang mampu melintasi batas antara dunia mitos dan kehidupan rumah tangga manusia dengan penuh keanggunan. Hewan ini bisa menjadi simbol ketuhanan di peradaban Mesir kuno, sekaligus menjadi teman setia orang biasa di beranda masjid. Di antara kedua dunia ini, kucing tetap mempertahankan jati dirinya: penuh misteri, lembut, dan tenang.
Kucing dalam Peradaban Mesir Kuno: Sphinx dan Bastet
Lebih dari 4000 tahun yang lalu, bangsa Mesir telah menempatkan kucing pada posisi yang suci. Mereka memuja kucing dalam wujud dewi Bastet, dewi berwajah kucing yang melambangkan kasih sayang, perlindungan, dan kesuburan.
Setiap rumah yang memelihara kucing dianggap mendapatkan perlindungan dari Bastet. Membunuh kucing pada masa itu dianggap sebagai dosa besar yang bisa dihukum mati.
Monumen paling terkenal yang terkait dengan kucing adalah Sphinx, makhluk mitos berkepala manusia dan bertubuh singa. Sphinx bukan sekadar patung raksasa di Giza, melainkan penjaga gerbang kesadaran yang melambangkan kemampuan jiwa manusia untuk menaklukkan insting kebinatangan melalui pengetahuan dan kebijaksanaan.
Jika singa mewakili kekuatan liar, maka wajah manusia pada Sphinx melambangkan akal dan kesadaran. Kucing domestik menjadi representasi sempurna dari keseimbangan antara keduanya: liar namun lembut, bebas namun beretika, tenang namun tajam.
Kucing dalam Islam: Kisah Muezza dan Nabi Muhammad
Berabad-abad kemudian, di jazirah Arab, kucing kembali muncul dalam sejarah peradaban, kali ini di rumah Rasulullah ﷺ. Kucing kesayangan beliau bernama Muezza.
Artikel Terkait
Polisi Gerebek Pesta Gay di Surabaya, Ternyata Berawal dari Laporan Warga Soal Ini
Hashim Bocorkan Modus Sogok 1 Miliar Dolar AS ke Prabowo, Siapa Dalangnya?
Miriam Adelson: Ratu Judi Las Vegas yang Jadi Pilar Utama Pendanaan Israel
Desak Negara Muslim Kirim Pasukan, Apa Langkah FUTA Jabar Selanjutnya?