Untuk menguatkan analisisnya, Roy Suryo juga melakukan studi perbandingan. Ia membandingkan dokumen ijazah Jokowi dengan tiga ijazah lain dari lulusan yang sama dan periode yang sama.
Hasilnya, ia menemukan perbedaan signifikan yang dinilainya tidak masuk akal.
"Jadi apakah masuk akal, apakah logis ketika empat ijazah yang katanya sama-sama lulus pada tanggal 5 November 1985 itu ternyata yang tiga sama, yang satu berbeda," tutur Roy Suryo.
Kekecewaan Terhadap Kualitas Salinan Dokumen
Di lokasi yang sama, pengamat kebijakan publik, Bonatua Silalahi, juga menerima salinan ijazah yang sama. Meski mengaku meminta dokumen untuk kepentingan publik, Bonatua menyatakan ketidakpuasannya.
Ia menyoroti cara redaksi informasi yang dilakukan pada salinan ijazah. Menurutnya, informasi penting justru dihapus, bukan sekadar dihitamkan sebagaimana seharusnya berdasarkan prosedur Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
"Terus terang saya kurang puas... seharusnya ini disertakan juga uji konsekuensi kenapa misalnya nama ini dihapus, tanda tangannya ini dihapus. Ya kalau seharusnya, biasanya kalau di UU KIP-nya dihitamkan, tapi ini dihapus," ucap Bonatua.
Selain kedua tokoh tersebut, pegiat media sosial Dr. Tifa (Tifauzia Tyassuma) juga hadir di KPUD DKI Jakarta untuk meminta dokumen serupa, menunjukkan tingginya minat publik terhadap kasus ini.
Sumber: Suara.com
Artikel Terkait
Bupati Aceh Timur: Bantuan untuk Korban Banjir Masih Jauh dari Cukup
Jalur Darat ke Aceh Tamiang Akhirnya Tersambung, Bantuan Mulai Mengalir
Video Viral Tarif Parkir, Dua Jukir Liar di Surabaya Diciduk Polisi
Israel Buka Kembali Perbatasan Rafah, Warga Gaza Diizinkan Keluar ke Mesir