MURIANETWORK.COM - Pemerhati sosial politik Sholihin MS mengungkapkan analisis tajam terkait gelombang aksi mahasiswa dan buruh pada 25 serta 28 Agustus 2025 yang berujung kerusuhan di berbagai kota.
Menurutnya, ada dugaan keterlibatan kelompok yang dikenal sebagai “Geng Solo” dalam mendorong eskalasi massa.
Sholihin menilai, pola kerusuhan yang terjadi bukanlah spontanitas belaka, melainkan indikasi adanya “skenario by design” untuk menciptakan instabilitas nasional.
“Dari cara mobilisasi massa, penggunaan isu revolusi, hingga pola serangan ke fasilitas publik, terlihat ada keteraturan yang tak mungkin sekadar gerakan organik,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (6/9).
Istilah Geng Solo kembali ramai diperbincangkan publik.
Label ini kerap merujuk pada jejaring orang-orang dari Solo yang dianggap memiliki kedekatan dengan lingkaran politik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Dalam konteks demo 25 dan 28 Agustus, Sholihin menilai keterlibatan kelompok ini tak bisa diabaikan.
“Ada kepentingan politik besar di baliknya. Jangan-jangan kerusuhan ini memang dikondisikan agar menjadi alasan untuk menguatkan posisi kekuasaan pihak tertentu,” tegasnya.
Sholihin juga mengaitkan kerusuhan dengan dinamika politik nasional, khususnya manuver politik Jokowi dan putranya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat Wakil Presiden.
“Jokowi sudah kebelet menjadikan Gibran si anak ingusan yang otaknya kosong agar segera jadi Presiden. Segala cara bisa ditempuh, termasuk menunggangi kerusuhan,” ucap Sholihin dengan bahasa keras.
Tudingan ini menambah panas perdebatan di ruang publik.
Sebelumnya, sejumlah pengamat juga menilai bahwa manuver politik keluarga Jokowi berpotensi mencederai demokrasi karena membuka ruang bagi praktik nepotisme dalam kekuasaan.
Analisis: Motif dan Risiko
Sholihin mengatakan, keterlibatan Geng Solo maupun motif Jokowi masih perlu pembuktian lebih lanjut. Namun pola kerusuhan yang terkoordinasi memang membuka pertanyaan besar.
Ada tiga skenario yang dinilai mungkin terjadi:
- Penunggang gerakan: kelompok tertentu memanfaatkan aksi buruh dan mahasiswa yang murni menuntut keadilan sosial.
- Skenario politik: kerusuhan dipelihara untuk menciptakan kesan instabilitas, lalu dijadikan justifikasi langkah politik tertentu.
- Konflik antar-elite: kerusuhan dijadikan alat saling jegal di antara faksi politik yang bersaing memperebutkan posisi kekuasaan.
Risiko paling besar adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga hukum.
Kerusuhan yang menelan korban jiwa pada 25 dan 28 Agustus, serta sorotan dari dunia internasional termasuk PBB, semakin menekan legitimasi politik nasional.
Sholihin menuntut pemerintah segera melakukan investigasi transparan.
Komnas HAM, lembaga independen, dan tim gabungan dinilai harus dilibatkan untuk menelusuri siapa dalang sesungguhnya di balik kerusuhan.
“Jangan sampai rakyat hanya dijadikan pion dalam permainan kekuasaan. Jika tuduhan soal Geng Solo benar, maka demokrasi kita sedang dalam bahaya besar,” pungkas Sholihin.
Sumber: RadarAktual
Artikel Terkait
Nandi Juliawan Si Encuy Preman Pensiun Diduga Tewas Bunuh Diri, Ini Faktanya!
AMOK RAKYAT: Gegara Jokowi Masih Kendalikan Pemerintahan Prabowo
Antre Haji Puluhan Tahun, KPK Bongkar Skandal Jalur Langit Haji Khusus, Daftar Langsung Berangkat!
Legislatif dan Eksekutif Mulai Membuka Diri: Jalan Menuju Adili Jokowi & Makzulkan Gibran!