Prabowo ditantang untuk membuktikan kapasitasnya sebagai pemimpin.
Namun realitas di lapangan menunjukkan ketidakmampuan mengendalikan situasi: unjuk rasa berubah menjadi kerusuhan, aparat dituding represif, dan keresahan sosial semakin meluas.
Kritik UGM bisa dibaca sebagai penilaian awal: Prabowo tak becus memimpin dan hanya mewarisi problem Jokowi tanpa solusi yang nyata.
3. UGM sebagai Cermin Moral Publik
Tradisi kampus seperti UGM selalu memposisikan diri sebagai penjaga nurani bangsa.
Pernyataan ini bukan sekadar kritik teknis, melainkan peringatan moral bahwa bangsa sedang berada di jalan yang berbahaya. Ketika seruan dikeluarkan, publik membaca dua arah tudingan:
Ke belakang (Jokowi): kegagalan akumulatif selama 10 tahun yang kini berbuah keresahan massal.
Ke depan (Prabowo): kegagalan awal dalam menunjukkan kendali, kapasitas, dan respons kepemimpinan.
4. Simpulan: Tudingan Ganda, tapi dengan Arah Berbeda
Jika dianalisis, seruan moral UGM lebih banyak menyinggung produk kumulatif rezim Jokowi sebagai akar masalah.
Namun, secara bersamaan, UGM juga meletakkan beban pada Prabowo untuk mengendalikan situasi dan mengoreksi kebijakan yang bermasalah.
Dengan kata lain:
- Jokowi disalahkan karena meninggalkan warisan bobrok.
- Prabowo dituding karena gagal menunjukkan kapasitas pemimpin pada momen krusial.
UGM tidak memihak salah satu, tetapi seruan ini dapat dibaca sebagai teguran moral bagi dua rezim sekaligus: satu yang meninggalkan krisis, satu lagi yang tidak mampu meredamnya.
Artikel Terkait
Cairkan Rp 80 M Pakai Nama Pegawai Lapas, Modus PT PP Ini Bongkar Skema Fiktif yang Culas!
Amerika Kerahkan 10.000 Pasukan, Sinyal Serbu Venezuela Sudah Diberikan?
Israel Akui Ini Sebelum 7 Oktober: Isu Palestina Nyaris Hilang dari Peta Dunia!
Amerika Kerahkan 10.000 Pasukan, Sinyal Perang dengan Venezuela Sudah Dekat?