Hak-hak masyarakat adat pun kerap menjadi korban.
"Masyarakat adat seringkali dipinggirkan dan tanahnya diambil karena dianggap tidak memiliki sertifikat, padahal negara seharusnya menguasai tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Borok Hilirisasi Nikel: Dari Ekspor Ilegal hingga Ancaman Sampah B3
Salah satu program andalan pemerintah, hilirisasi nikel, tidak luput dari kritik tajam Bivitri.
Alih-alih mendatangkan kemakmuran merata, ia mengungkap fakta mengejutkan di lapangan.
"Hilirisasi nikel yang dibanggakan ternyata diekspor ilegal dan kini mengalami oversupply," ungkap Bivitri.
Kondisi ini diperparah dengan perkembangan teknologi global yang bisa membuat investasi triliunan rupiah pada nikel menjadi sia-sia.
Bivitri menyoroti munculnya teknologi baterai baru yang tidak lagi bergantung pada nikel, sebuah disrupsi yang dapat memukul telak industri nikel nasional di masa depan.
Lebih dari itu, ia mengkritik keras distribusi keuntungan dari program ini.
Menurutnya, kue ekonomi dari hilirisasi hanya dinikmati oleh segelintir elite.
"Hilirisasi yang terjadi lebih menguntungkan segelintir orang yang memiliki perusahaan, bukan rakyat," tegasnya.
Aspek lingkungan juga menjadi sorotan utama.
Narasi mobil listrik sebagai solusi ramah lingkungan dimentahkan oleh Bivitri.
Ia memaparkan sisi gelap dari transisi energi ini, di mana sumber listriknya masih bergantung pada batu bara dan limbah baterainya menjadi ancaman baru.
"Penggunaan mobil listrik dikritik karena sumber energinya masih dari fosil dan baterainya sulit diurai, berpotensi menjadi sampah berbahaya," paparnya.
Lingkaran Setan Izin Tambang dan Ketidakadilan
Masalah nikel hanyalah puncak dari gunung es persoalan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Bivitri juga menyoroti carut-marut perizinan tambang secara umum.
Meskipun langkah Prabowo membatalkan izin tambang di Raja Ampat diapresiasi, ia mengingatkan bahwa ini bukan solusi permanen.
"Pembatalan izin tambang oleh Prabowo diapresiasi, namun diingatkan bahwa banyak izin tambang yang dimatikan lalu hidup lagi," ujar Bivitri. Ia mendesak adanya audit menyeluruh terhadap sistem perizinan. "Perlu pembongkaran cara pemberian izin dan relasi bisnis di baliknya," tegasnya.
Ironisnya, kekayaan alam yang melimpah gagal menyejahterakan rakyatnya.
"Kekayaan alam Indonesia sangat besar, namun banyak rakyat miskin karena yang menikmati hanya segelintir orang," katanya, menunjuk fenomena daerah kaya SDA yang justru terperosok dalam kemiskinan.
Hak masyarakat adat pun kerap menjadi korban.
"Masyarakat adat seringkali dipinggirkan dan tanahnya diambil karena dianggap tidak memiliki sertifikat, padahal negara seharusnyaivitri menilai, karut-marut ini diperparah oleh warisan kebijakan seperti UU Minerba dan UU Cipta Kerja yang disusun tergesa-gesa dan minim partisipasi publik."
Ia juga menyoroti penempatan individu yang terafiliasi dengan korporasi besar di kementerian strategis terkait SDA.
Untuk itu, harapan besar disematkan pada pemerintahan baru.
Bivitri menekankan perlunya audit menyeluruh terhadap sumber daya alam untuk memetakan potensi, batas eksploitasi, dan dampak lingkungannya.
Yang terpenting, pemerintah harus menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada rakyat dan kelestarian lingkungan dalam setiap kebijakan yang diambil.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Tanpa Pasir Silika, Lapangan Padel Ini Ternyata Berbahaya?
Kepsek Dicopot! Pelajar Ini Dilarang Ujian Gegara Tunggakan SPP yang Bikin Warganet Geram
Link Live Streaming Denmark vs Yunani, Siapa yang Lolos ke Piala Dunia 2026?
Erick Thohir Sudah Minta Maaf, Tapi Kenapa Banyak yang Masih Marah?