Surat Tandingan Tolak Pemakzulan Gibran Dari Purnawirawan Diam-Diam Muncul di DPR, Bisikan Sang Jendral Yang Pernah Pensiun!

- Minggu, 29 Juni 2025 | 16:40 WIB
Surat Tandingan Tolak Pemakzulan Gibran Dari Purnawirawan Diam-Diam Muncul di DPR, Bisikan Sang Jendral Yang Pernah Pensiun!




MURIANETWORK.COM - Drama pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kian memanas.


Setelah sebelumnya publik dikejutkan dengan surat dari ratusan purnawirawan dan prajurit TNI yang menuntut pemakzulan Gibran, kini muncul surat tandingan dari kelompok purnawirawan lainnya, menolak keras upaya pemakzulan tersebut.


Surat tandingan ini diam-diam masuk ke DPR RI dan telah dikonfirmasi oleh Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, meski ia enggan mengungkap identitas organisasi pengirimnya.


Penolakan terhadap pemakzulan ini disebut berasal dari organisasi purnawirawan resmi, mencuatkan dugaan adanya perpecahan tajam di tubuh para mantan jenderal.


Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, sebelumnya mengakui bahwa surat dari kelompok purnawirawan yang menolak pemakzulan belum diterima secara formal oleh pimpinan DPR.


Namun, ia menekankan bahwa DPR perlu sangat hati-hati dalam menangani isu ini, mengingat purnawirawan bukan kelompok tunggal.


Hal senada diungkap Ketua DPR, Puan Maharani, yang juga menyatakan bahwa surat tersebut belum diterima secara administratif.


Padahal, surat pemakzulan Gibran dari kubu purnawirawan sebelumnya telah dikirim sejak 2 Juni 2025 dan menjadi sorotan luas di media.


Meski tak disebutkan secara resmi, publik menduga kuat bahwa surat tandingan ini berasal dari kelompok enam organisasi resmi purnawirawan, seperti:


  1. PPAD
  2. LVRI
  3. Pepabri (di bawah Agum Gumelar)
  4. PPAU
  5. PPAL
  6. PP Polri


Pada 2 Juni lalu, keenam organisasi ini bahkan merilis lima pernyataan sikap, salah satunya menegaskan bahwa mereka lah representasi sah dari para purnawirawan.


Pernyataan itu secara halus menyindir kelompok 300-an purnawirawan yang dipimpin Jenderal (Purn) Try Sutrisno, menyebut sikap mereka tidak mewakili suara resmi lembaga.


Nama Jenderal (Purn) Mulyono, mantan KSAD, juga ramai disebut-sebut sebagai aktor kunci di balik gerakan tandingan ini.


Muncul istilah “Genk Mulyono” yang diyakini menjadi perlawanan diam-diam terhadap manuver politik Try Sutrisno dan para jenderal senior pro-pemakzulan.


Perpecahan di antara para purnawirawan terlihat jelas.


Di satu sisi, kelompok pemakzulan yang dipimpin Try Sutrisno didukung nama-nama besar seperti:


  • Jenderal (Purn) Fahrur Rozi (eks Wapang TNI)
  • Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto (eks KSAD)
  • Laksamana (Purn) Slamet Subiyanto (eks KSAL)
  • Marsekal (Purn) Hanafi Asnan (eks KSAU)


Mereka menyerukan pemakzulan Gibran karena dianggap tidak layak memimpin negara bila terjadi sesuatu pada Presiden Prabowo.


Namun di sisi lain, kelompok organisasi resmi justru menyatakan sebaliknya.


Bahkan sempat menyindir gerakan pemakzulan sebagai tidak punya legal standing dan hanya mewakili sekelompok kecil elit militer yang tidak mewakili keseluruhan purnawirawan.


Sementara itu, dari sisi politik, dukungan terhadap pemakzulan Gibran terlihat melemah.


Politikus PDIP Aria Bima menegaskan bahwa partainya tidak akan menjadi penggerak pemakzulan, karena lebih memilih menjaga tradisi kepemimpinan 5 tahunan.


PDIP disebut tidak ingin menciptakan instabilitas politik di tengah krisis ekonomi dan geopolitik global.


Bahkan Aria Bima mengaku mendapat instruksi dari Megawati Soekarnoputri untuk tetap hadir dalam pelantikan Prabowo-Gibran lalu, menandakan partai banteng tak akan frontal.


Para purnawirawan pro-pemakzulan menyuarakan kekhawatiran serius: jika sesuatu terjadi pada Presiden Prabowo, Gibran dinilai tidak memiliki kapasitas cukup untuk memimpin Indonesia dalam kondisi krisis global.


Mereka menyebut Gibran lebih banyak menjadi “beban negara” dibanding memberikan manfaat nyata sebagai wakil presiden.


Namun kalkulasi ini kembali pada peta kekuatan partai politik, yang hingga kini belum satu suara.


Selama tak ada restu dari Presiden Prabowo maupun partai-partai besar, wacana pemakzulan kemungkinan besar akan digantung di udara.


Pertarungan sengit ini bukan sekadar soal jabatan, tapi mencerminkan perpecahan elite militer, ego antar generasi, serta tarik-ulur antara kepentingan konstitusi dan kepentingan kekuasaan.


Apakah pemakzulan Gibran akan benar-benar digulirkan, atau justru kandas di tengah jalan?


Jawabannya kini ada di tangan DPR, dan tentu di balik bisikan para jenderal senior yang tak pernah benar-benar pensiun dari panggung politik.


Sumber: PorosJakarta

Komentar