Cegah Chaos Timur- Barat RI, Presiden Harus Batalkan SK Mendagri dan Izin Menteri ESDM - Bupati Raja Ampat

- Rabu, 11 Juni 2025 | 10:10 WIB
Cegah Chaos Timur- Barat RI, Presiden Harus Batalkan SK Mendagri dan Izin Menteri ESDM - Bupati Raja Ampat


Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

(Stabilitas Persatuan dan Kedaulatan NRI Rakyat Wajib Bantu Negara Melawan Para Komprador) 

Kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang terjadi pada tahun 1992 di Langsa Aceh, merupakan hasil musyawarah antara dua kepala daerah yang secara hukum, hasilnya menjadi buah keputusan politik ketatanegaraan yang mesti dihormati oleh dan untuk atas nama daerah dan seluruh masyarakat daripada warga masing-masing di kedua provinsi.

Hasil yang merupakan buah "Kesepakatan Langsa" disebutkan "bahwa Empat Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek masuk di dalam wilayah Aceh"

Sehingga Empat Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek, sesuai batas dan wilayah merupakan bagian atau milik Propinsi Aceh, namun kini atas dasar Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri melalui surat Nomor: 300.2.2-2138/2025 ke empat wilayah propinsi Aceh dimaksud menjadi bagian wilayah Propinsi Sumut?

Namun dikarenakan NRI adalah negara hukum, andai ada individu maupun kelompok atau golongan yang mengalami kerugian atau berkeberatan oleh sebab sesuatu kepentingan yang memiliki alasan hukum terhadap surat yang dikeluarkan oleh Tito Karnavian dimaksud, serta termasuk juga terhadap Surat Izin dari Pemerintah Pusat (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral - ESDM)  dan Surat Keputusan Pemerintah Daerah (Bupati Raja Ampat) terkait projek pengerukan dan penggalian tanah di Raja Ampat yang infonya terdapat nikel, namun pengerukan nikel dan penggalian tanah secara ekstrim bakal mengganggu dan merusak lingkungan hidup, selain mengusik keindahan panorama di sekitaran Kepulauan Raja Ampat.

Oleh sebab hukum Surat Keputusan Menteri dan Surat Izin Menteri yang menyangkut permasalahan hukum di dua wilayah (Aceh dan Papua Barat) ini dapat diajukan pembatalannya oleh masyarakat di kedua daerah baik secara individual maupun kelompok melalui Permohonan Judicial Review ke Mahkamah Agung atau mengajukan gugatan melalui PTUN.

Atau perwakilan warga masyarakat di kedua wilayah dimaksud, dapat mengajukan Surat Permohonan Atensi- Evaluasi Khusus agar Presiden Prabowo:

1. Memerintahkan Mendagri Tito mengevaluasi Surat Keputusan perihal terkait Empat Pulau Di Aceh menjadi wilayah propinsi Sumut atau setidak-tidaknya mengevaluasi lalu menunda keberlakuannya;
2. Memerintahkan Menteri ESDM agar mencabut izin pengerukan dan atau Penggalian Di Raja Ampat dibatalkan.

Adapun alasan politis untuk Presiden berkenan menerima terkait kedua permohonan masyarakat karena praktik atau kegiatan di kedua wilayah (Aceh dan Papua Barat) bisa berdampak konflik horizontal antara masyarakat yang pro kontra diantara masyarakat warga di kedua propinsi.

Terlebih andai implikasi chaos terjadi di ujung timur dan barat Indonesia tersebut, tentunya akan mengusik kinerja Kabinet Merah Putih dan akhirnya akan mengganggu Stabilitas Keamanan & Kedaulatan Tanah Air Bangsa dan Negara serta khususnya kondusifitas kehidupan penduduk utamanya di wilayah yang mengalami pertikaian horizontal dikhawatirkan gejolaknya bisa menimbulkan gelombang besar kegaduhan politik yang didompleng atau direkayasa secara TSM (Terstruktur, Sistimatis dan Masiv) oleh para komprador di tanah air yang menginginkan Negara Indonesia terpecah belah, ditambah sulutan api provokasi dan aksi-aksi kelompok buzzer 'penjilat' berbayar, agar masyarakat berpihak kepada 'stakeholder asing' pemberi order. (*)

Komentar