Situasi politik nasional kembali memanas setelah mantan Wakil Presiden Try Sutrisno secara terbuka merestui langkah Forum Purnawirawan Prajurit TNI untuk mengajukan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Langkah ini dinilai sebagai pukulan telak tidak hanya kepada Gibran, tetapi juga kepada jaringan kekuasaan yang selama ini dikenal sebagai Geng Solo, kelompok politik yang berpusat di sekitar mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pengamat geopolitik dan intelijen Amir Hamzah menilai langkah Try Sutrisno ini telah membuat Jokowi dan lingkarannya semakin terpojok. Dalam pernyataannya, Amir menekankan bahwa ini bukan hanya soal Gibran sebagai individu, melainkan simbol perlawanan terhadap warisan kekuasaan Jokowi yang dinilai semakin kontroversial.
“Try Sutrisno adalah figur yang dihormati di kalangan militer. Ketika beliau menyuarakan restu kepada forum purnawirawan untuk mendesak pemakzulan, itu sinyal bahwa ada tekanan moral yang kuat kepada elite politik dan parlemen. Jokowi tidak lagi bisa mengandalkan jejaring partai politik karena nyaris tak ada partai yang mau membela dia secara terbuka,” ujar Amir Hamzah kepada www.suaranasional.com, Jakarta, Sabtu (31/5).
Amir juga menyoroti serangan yang diarahkan kepada Jokowi, yakni dugaan penggunaan ijazah palsu semasa mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan presiden. Meski isu ini sempat beredar di periode kedua Jokowi memimpin, kini kasus itu kembali diangkat oleh sejumlah kelompok sipil dan aktivis hukum yang merasa keberpihakan hukum terhadap Jokowi terlalu besar selama ini.
Menurut Amir, tak satu pun partai politik saat ini yang terlihat aktif membela Jokowi secara formal. Bahkan, PDI Perjuangan yang sebelumnya adalah kendaraan utama politik Jokowi, kini berada di jalur yang berbeda setelah pecah kongsi pada Pemilu 2024. Partai Golkar, yang sempat mesra dengan Jokowi, juga lebih memilih berhitung politik dengan Prabowo Subianto yang kini menjadi Presiden.
“Ini adalah isolasi politik. Jokowi kehilangan bargaining karena dia bukan lagi presiden, sementara Gibran adalah wakil presiden di bawah kekuasaan Prabowo. Bahkan Prabowo sendiri cenderung membiarkan dinamika ini berkembang, karena pemakzulan Gibran tidak akan terlalu merugikan posisinya,” papar Amir.
Fenomena Geng Solo yang merujuk pada lingkaran kekuasaan asal Surakarta semakin disorot publik. Dulu dianggap sebagai simbol kemenangan politik lokal yang berhasil menembus level nasional, kini nama Geng Solo justru jadi beban politik. Tokoh-tokoh seperti Jokowi, Gibran, dan sejumlah pebisnis asal Solo yang sebelumnya dielu-elukan sebagai motor pembangunan, kini menghadapi gelombang resistensi dari elite lama, khususnya dari kalangan militer dan birokrasi senior.
Try Sutrisno, yang dikenal sebagai tokoh TNI garis keras yang menjaga idealisme 1945, dinilai Amir sebagai “lonceng tanda bahaya” bagi keberlangsungan jaringan Jokowi.
“Ketika Try Sutrisno bicara, itu bukan suara sembarangan. Ia membawa resonansi moral dari purnawirawan yang merasa Jokowi dan Gibran melampaui batas-batas etika politik. Apalagi dengan isu dinasti politik, dugaan penyalahgunaan wewenang, dan sorotan tajam terhadap kekayaan keluarga,” jelasnya.
Menurut Amir Hamzah, jika desakan pemakzulan Gibran terus menguat, maka ada tiga skenario utama:
-Parlemen Diam-Diam Bergerak: Meski tampak adem di permukaan, DPR bisa saja membuka wacana pemakzulan jika tekanan publik dan militer makin keras. Ini akan jadi pukulan langsung ke Jokowi yang selama ini dituduh mengatur jalan politik Gibran.
-Prabowo Bermain Cantik: Presiden Prabowo kemungkinan akan bersikap netral secara formal, tetapi secara tak langsung membiarkan proses politik berjalan. Jika Gibran jatuh, Prabowo justru mendapat ruang untuk memimpin tanpa bayang-bayang dinasti Jokowi.
-Jokowi Mencari Perlindungan Politik: Jokowi bisa saja membangun aliansi baru, termasuk mencoba merapat ke lawan-lawannya terdahulu. Namun, Amir menilai opsi ini berat karena Jokowi kini dinilai sebagai figur “habis masa guna” oleh banyak elite.
Amir Hamzah menyimpulkan bahwa momen ini bisa menjadi awal era politik tanpa Jokowi. Jika pemakzulan Gibran berhasil, maka simbol kekuatan politik Jokowi akan runtuh, menyisakan hanya warisan masa lalu.
“Kita akan menyaksikan apakah Jokowi mampu bertahan secara simbolik, atau justru terpaksa menerima nasib sebagai mantan presiden yang perlahan dilupakan bahkan oleh lingkarannya sendiri,” tutup Amir.
Sumber: suaranasional
Foto: Amir Hamzah (IST)
Artikel Terkait
Nyaris Bentrok, Ini Alasan Ormas GPK Tendang Mobil TNI di Magelang
Viral Mobil Pelat ZZH Dikawal Polisi Usai Nyalon, Netizen Tebak-tebakan Sosok Pemiliknya
Kritik Jokowi Lebih Kejam dari Ibu Tiri, 2 Siswi Pengamen Cilik Diinterogasi Polisi Atas Perintah Kapolri
Detik-detik Mencekam, Sopir Truk Tewas Tertimpa Longsor Batu Kapur di Gresik