Setiap tahun, puluhan ribu narapidana di Amerika Serikat masuk Islam saat di penjara.
Itu diceritakan oleh Rami Nsour, direktur pendiri Tayba Foundation, organisasi pertama di AS yang menawarkan program pembelajaran jarak jauh dalam pendidikan Islam bagi para narapidana.
Hampir setiap hari, Rami Nsour pergi ke kantor pos setempat untuk menemukan kotak suratnya penuh dengan surat-surat dari orang-orang yang dipenjara dari seluruh negeri yang mencari bimbingan spiritual dan sumber daya pendidikan Islam.
"Ketika kami mulai sekitar 15 tahun lalu, itulah kebutuhan utama yang kami dengar dari para tahanan Muslim," kata Nsour, dilansir CBS News.
"Jadi, kami mengembangkan organisasi ini untuk mengisi kesenjangan dan kebutuhan itu."
Ribuan Narapidana Masuk Islam di Penjara AS Setiap Tahun, Berikut 6 Alasannya
1. Banyak Orang Menemukan Kebebasan Spiritual dalam Islam
Islam adalah agama yang paling cepat berkembang di penjara-penjara AS. Nsour mengatakan organisasinya telah melayani lebih dari 13.000 orang dan ia memperkirakan bahwa sekitar 90% dari mereka masuk Islam dan sebagian besar saat berada di balik jeruji besi.
Nsour yakin banyak yang masuk Islam saat dipenjara karena ada begitu banyak kurungan fisik dan spiritual di penjara dan orang-orang menemukan kebebasan spiritual dalam iman.
"Karena ada tingkat kepatuhan, jadi Anda tunduk pada aturan tertentu, ada salat lima waktu, ada metodenya," jelas Nsour. "Mereka melihat bahwa tembok-tembok itu tidak dapat lagi membatasi mereka."
2. Membangkitkan Semangat Kemanusiaan
Kisah Amin Muhammad Amin Anderson tertarik pada Islam karena banyak alasan, termasuk kebebasan spiritual yang diberikannya. Ia masuk Islam sekitar dua tahun setelah menjalani hukuman 30 tahun penjara karena pembunuhan terkait geng.
"Ketika saya masuk penjara, saya tidak memiliki kemanusiaan saya … tetapi setelah masuk penjara, saya mendapatkan kembali kemanusiaan saya," katanya, memuji Islam karena telah membantunya mendapatkan kembali kemanusiaannya.
3. Islam Agama yang Masuk Akal
Lahir dengan nama Christopher Anderson di Philadelphia, ia adalah putra seorang pendeta, tetapi saat remaja, Anderson menjawab panggilan hidup di jalanan.
"Saya benar-benar kecanduan narkoba selama sekitar satu setengah tahun," katanya. "Saya terlibat dengan sekelompok pria dan mereka menjual narkoba di kota kami."
Di usia 20-an, Anderson akhirnya terlibat dalam pembunuhan yang melibatkan geng. Begitu ia dikurung di sel penjara, Anderson mulai merenungkan kehidupan, keyakinan, dan spiritualitas pribadinya.
"Saya menghabiskan tahun-tahun saya di penjara untuk mempelajari tentang agama lain," katanya. "Islam adalah satu-satunya agama yang masuk akal bagi saya."
Seiring dengan semakin mendalamnya spiritualitas Anderson, ia mulai terhubung dengan Tayba Foundation dan Nsour, yang mulai mengajar Anderson di penjara melalui telepon.
"Hanya ada sedikit hal yang dapat Anda lakukan dengan belajar mandiri," jelas Nsour. "Jadi, saya mulai menerima panggilan teleponnya, mulai mengiriminya materi, menjawab pertanyaannya, dan benar-benar mengajarinya selama sekitar 17 tahun hingga ia mampu mengajar di penjara."
4. Islam yang Dikenalkan di Penjara AS Bukanlah Aliran Radikal
Sementara itu, masih ada kesalahpahaman yang meluas tentang mengapa orang pindah agama ke Islam di penjara. Bagi sebagian orang, ada persepsi bahwa narapidana menjadi radikal karena keyakinan mereka, yang menurut Nsour sama sekali tidak benar.
"Angka-angka tidak menunjukkan hal itu," katanya. "Apakah itu ada? Ya. Namun, itu adalah kejadian langka. Sama halnya dengan apakah ada orang yang menjadi ekstremis Kristen, yang menjadi radikal di penjara, yang mungkin akan melakukan aksi terorisme? Ya."
5. Masuk Islam karena Perilaku Muslim
Menurut National Institute of Corrections (NIC), kekerasan akibat radikalisasi penjara oleh Muslim di AS merupakan kejadian langka dan hanya ada sedikit atau tidak ada bukti yang menunjukkan hal itu terjadi. Faktanya, kata Nsour, banyak orang yang pindah agama tertarik pada keyakinan mereka dengan mengamati bagaimana narapidana Muslim berperilaku.
"Mereka akan menyadari bahwa orang itu berbeda. Ia tidak terjebak dalam kebiasaan yang sama seperti orang lain di penjara," kata Nsour. "Jadi, mereka bertanya kepada mereka dan kemudian ia akan berkata, 'baiklah, itu Islam saya dan Islam saya mengajarkan saya tentang karakter saya.'"
6. Islam Mampu Mengubah Hidup
Kemudian, Anderson dibebaskan dari penjara pada bulan Juli setelah menjalani hukuman penuhnya. Pada sidang pembebasan bersyaratnya, ia mengatakan bahwa ketua penjara menyebutnya sebagai narapidana yang luar biasa.
Anderson memuji Islam karena telah menggambarkannya seperti itu dan karena mampu mengubah hidupnya. Sekarang di luar tembok penjara, Anderson merasa pekerjaannya baru saja dimulai dan ia bersyukur telah diberi kesempatan kedua.
"Saya percaya Tuhan memberi saya kesempatan kedua untuk datang ke sini untuk melayani kemanusiaan," katanya. "Karena nyawa orang yang saya renggut, ia tidak memiliki kesempatan kedua. Jadi, saya pikir saya berutang padanya. Saya berutang pada keluarganya. Saya berutang pada anak-anaknya untuk melakukan sesuatu dengan hidup saya."
Anderson sekarang bekerja di Yayasan Tayba dan menikmati kehidupan yang tenang dan penuh doa. Nsour mengatakan kepada CBS News bahwa selama 15 tahun ia melakukan ini, jarang sekali narapidana yang mencela Islam setelah mereka keluar dari penjara, yang menurutnya merupakan bukti bahwa itu bukan sekadar fase di balik jeruji besi.
Sumber: sindonews
Foto: Ribuan narapidana masuk Islam di penjara AS. Foto/taybafoundation
Artikel Terkait
Sudewo Makin Terjepit! 5 Fakta Terbaru Hak Angket Bupati Pati yang Bikin Geger Senayan
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya
Polisi Tangkap Pembunuh Ibu Kandung di Wonogiri
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tayang: Sabtu, 16 Agustus 2025 08:53 WIB Tribun XBaca tanpa iklan Editor: Valentino Verry zoom-inHeboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tribunjatim.com/Isya Anshari A-A+ INGIN DONOR ORGAN TUBUH - Yusa Cahyo Utomo, terdakwa pembunuh satu keluarga, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025) siang. Yusa mengaku menyesali perbuatannya dan berkeinginan menyumbangkan organ tubuhnya kepada sang keponakan yang masih hidup, sebagai bentuk penebusan kesalahan. WARTAKOTALIVE.COM, KEDIRI - Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis. Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur. Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim. Baca juga: Alasan Pembunuh Satu Keluarga Tak Habisi Anak Bungsu, Mengaku Kasihan Saat Berusaha Bergerak Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ. Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan. Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya, ucapnya dilansir TribunJatim.com. Baca juga: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Ternyata Masih Saudara Sendiri, Ini Motfinya Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu, imbuhnya. Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri. Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak. Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024. Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12). Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius. Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan. Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil, ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com. Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban. Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen. Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati. Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta. Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang. Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya. Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya. Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali. Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa. Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang), ungkapnya. Kronologi Pembunuhan Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024). Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB. Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar. Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu. Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa. Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan. Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam. Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025). Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati, kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.