"
Tak cuma itu, dia juga menyoroti sisi pembiayaan. Program triliunan rupiah ini, menurutnya, tak hanya berpotensi menghamburkan uang negara. Lebih dari itu, MBG seolah membuat para pejabatnya memandang rendah rakyat. Seakan-akan kita semua dianggap tidak paham urusan dapur dan gizi.
Sentimen serupa ternyata bergema di media sosial. Seorang warganet dengan pedas menyindir, "MBG bukan ngasi makan anak sekolah. Ngasi makan yg punya dapur biar bisa jalan2."
Kritik juga datang dari mereka yang punya latar belakang ilmu gizi. Seorang netizen yang mengaku lulusan IPB angkat bicara.
Komentar-komentar itu seperti menggambarkan sebuah kekecewaan. Rakyat sebenarnya tak butuh charity yang merendahkan. Mereka butuh edukasi yang memberdayakan, sistem pangan yang adil, dan kepercayaan bahwa mereka bisa mengurus anak-anaknya dengan baik.
Pada akhirnya, perdebatan ini bukan cuma soal nasi bungkus atau roti. Ini soal filosofi: apakah kita melihat masyarakat sebagai subyek yang cerdas, atau hanya obyek program yang pasif? Pertanyaan itulah yang, lewat kritik pedasnya, coba diangkat oleh dr. Tan Shot Yen.
Artikel Terkait
Sinyal Cinta Kunang-Kunang: Pesona, Ancaman, dan Harapan di Tengah Gelap
Prabowo Awali 2026 di Tenda Pengungsi, Serukan Gotong Royong Hadapi Bencana
Dari Tokyo Hingga Dubai: Kemeriahan Malam Pergantian Tahun 2026 di Berbagai Penjuru Dunia
Malam Tahun Baru di Aceh Tamiang Berubah Jadi Malam Waspada Banjir