Masalahnya ada pada tata kelola yang, sepertinya, sengaja didesain agar tidak efektif, tidak efisien, dan jauh dari kata bersih.
Nah, kalau memang mau memperbaiki keadaan, beberapa hal ini harus benar-benar dikerjakan:
- Fungsikan partai politik sebagai saringan dan alat kontrol yang efektif untuk kader-kadernya di jabatan publik.
- Transparansi dan akuntabilitas dana kampanye harus dipastikan, jangan sekadar di atas kertas.
- Jangan ada kooptasi terhadap seleksi dan kemandirian penyelenggara pemilu.
- Tegakkan hukum sebaik-baiknya. Artinya, praktik seperti parcok atau politisasi bansos untuk muluskan jalan pilkada harus dihentikan.
Jelas, kan? Problem hulunya ada di parpol dan lemahnya penegakan hukum. Solusinya ya membenahi kedua hal itu. Bukan dengan mengambil jalan pintas yang otoriter: mematikan hak rakyat.
Saya pribadi setuju jika ada evaluasi terhadap penyelenggaraan pilkada. Namun, evaluasi itu harus bertujuan menguatkan kredibilitas demokrasi dan supremasi hukum. Bukan malah jadi agenda segelintir elite yang ingin melanggengkan pemusatan kekuasaan dan menjauhkan diri dari kedaulatan rakyat.
(Sumber: X)
Tentang Penulis: Titi Anggraini, S.H., M.H. adalah seorang pakar hukum tata negara, aktivis, dan pengamat demokrasi serta kepemiluan yang namanya sudah tak asing di Indonesia.
Di dunia kepemiluan, ia pernah memimpin Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) selama sepuluh tahun sebelum kini duduk di dewan pembinanya. Kontribusinya diakui secara internasional, terbukti dengan gelar Democracy Ambassador yang diberikan International IDEA kepadanya pada 2017.
Di ranah akademis, Titi adalah staf pengajar tidak tetap untuk Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), almamater tempat ia menyelesaikan pendidikan sarjana dan magisternya. Hingga tahun 2025 ini, ia masih aktif menempuh studi doktoral di kampus yang sama.
Dedikasinya menjaga demokrasi diakui melalui penghargaan People of The Year kategori Penjaga Demokrasi di akhir 2024. Sepanjang tahun 2025, ia konsisten mendorong pembahasan RUU Pemilu dan RUU Partai Politik secara transparan, sebagai upaya memperbaiki kualitas demokrasi Indonesia menyambut siklus pemilu mendatang.
Artikel Terkait
Sydney Bersiap, Ribuan Orang Padati Titik Ikonik untuk Sambut 2026
Pesta Mewah Menteri Maruarar Sirait Disorot, Anggaran Email Rp141 Miliar Ikut Dikritik
Proyek Lampu Tenaga Surya Rp 109 Miliar Dikorupsi, Mantan Irjen ESDM Jadi Tersangka
Delapan Belas Prajurit Kamboja Akhirnya Pulang Setelah 155 Hari Ditahan Thailand