Sementara itu, Ahmad Khozinudin punya pandangan lain yang tak kalah keras. Dalam keterangannya pada Selasa (30/12/2025), ia menyoroti kepemimpinan moral dan konstitusional. Seorang pemimpin, katanya, harusnya jadi pelayan dan pelindung rakyat. Ia juga menyinggung akar masalah banjir: deforestasi besar-besaran untuk perkebunan sawit.
Khozinudin mengungkap temuan audit di era Menko Luhut: dari sekitar 9 juta hektare lahan sawit, hampir 3,3 juta hektarenya ilegal dan berada di kawasan hutan. Alih-alih ditindak, lahan-lahan itu malah "diputihkan". Ia juga menyindir gaya sebagian pejabat yang lebih suka pencitraan di tengah bencana, dengan aksi-aksi simbolis yang kerap tak sesuai fakta lapangan.
Menariknya, sehari setelah program itu tayang, Presiden Prabowo memimpin konferensi pers soal penyitaan triliunan rupiah dari perusahaan sawit bermasalah. Tapi bagi Khozinudin, langkah itu masih menyisakan tanya: siapa yang akan bertanggung jawab secara pidana?
Yang membuatnya geram, kritik yang ia sampaikan menurutnya sendiri jauh lebih keras daripada ucapan Sherly. Tapi sasaran teror justru jatuh pada Sherly. "Ini tindakan pengecut," katanya. Pelaku, menurutnya, memilih menyasar perempuan yang dianggap lebih lemah.
Padahal, Sherly adalah perempuan Aceh yang dikenal tangguh. Khozinudin meyakini, teror semacam ini tak akan mampu menghentikan langkahnya.
Ia mengajak publik untuk terus mendukung Sherly dan para pejuang kemanusiaan lain. Perjuangan melawan perusakan lingkungan dan oligarki, katanya, tak boleh padam hanya karena intimidasi.
Artikel Terkait
Densus 88 Ungkap 68 Anak Terpapar Ideologi Ekstrem, Rencanakan Aksi di Sekolah
Dasco: Pemulihan Aceh dan Sumatera Dijalankan dengan Skala Nasional
Minuman Impor China dalam Program Makanan Bergizi, Warganet Soroti Ironi Anggaran
Malam Tahun Baru Tak Harus Mewah, Intinya Kebersamaan