Guru Besar IPDN Soroti Sistem Pilpres Langsung: "Tak Punya Akar Filosofis Indonesia"
Perdebatan soal cara kita memilih presiden kembali mencuat. Kali ini, suara kritis datang dari dalam kampus pemerintahan sendiri. Prof. Dr. Muhadam Labolo, Guru Besar IPDN, secara terbuka mempertanyakan kesesuaian sistem pemilihan langsung dengan jati diri bangsa. Menurutnya, sistem yang kita pakai selama ini kurang punya dasar filosofis dan historis yang kuat di tanah air.
Dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Menelusuri Akar Pemilihan Langsung di Indonesia”, Labolo mengajak kita melihat kembali Pancasila, terutama sila keempat. Prinsip "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" itu, katanya, adalah fondasi utama.
“Kalimat itu bukan hanya merepresentasikan kondisi masyarakat yang belum cukup terdidik, tetapi juga keyakinan bahwa keputusan publik seharusnya dimusyawarahkan oleh mereka yang tercerahkan,” tulis Labolo.
Artinya, demokrasi kita dari sananya dirancang berbasis perwakilan dan musyawarah. Bukan semata-mata soal kumpul suara terbanyak.
Nah, kalau kita tilik sejarah, klaimnya cukup menarik. Labolo menyebut pemilihan langsung bukan produk asli Nusantara. Gagasan ini justru dibawa oleh Thomas Stamford Raffles saat Inggris menduduki Jawa (1811-1816), terutama untuk memilih kepala desa.
Tujuannya pun bukan demi demokrasi yang mulia. Menurut analisisnya, itu lebih untuk memotong pengaruh elit lokal dan memudahkan kontrol kolonial. Singkatnya, alat untuk menguasai.
“Pemilihan langsung adalah gagasan asing yang dicangkokkan, bukan lahir dari tradisi politik Nusantara,” tegasnya.
Sebelum kolonial datang, pola kepemimpinan di berbagai penjuru tanah air dari Jawa sampai Papua lebih mengandalkan musyawarah adat dan kekerabatan. Sistem perwakilan yang kental dengan nilai lokal.
Artikel Terkait
Bencana Sunyi: Ketika Gosip Selebriti Menenggelamkan Isu Lingkungan
Banjir Susulan Landa Agam, OMC Digelar untuk Tekan Hujan di Hulu
Seratus Personel Brimob Sumsel Bergerak Darat ke Gayo Lues Bantu Korban Bencana
Wamendagri Desak Daerah Papua Percepat Raperda APBD 2026, Papua Barat Tertinggal Jauh