Nah, ini poin krusialnya. Meski secara umum iklim 2026 diproyeksikan normal tidak ada anomali signifikan dampak dari hujan ekstrem 2025 masih akan terbawa. "Walaupun tadi telah disampaikan untuk iklim secara keseluruhan di tahun 2026 relatif tidak terjadi anomali, normal, [tapi] tidak jauh di atas normal," katanya.
Menurutnya, proses penjenuhan tanah ini sudah berjalan cukup lama. Dimulai sejak hujan intensif mengguyur di kuartal terakhir 2025, sekitar Oktober hingga Desember.
"Karena tadi penjenuhannya sudah dimulai sejak bulan awal Oktober, November, Desember di tahun 2025 ketika hujan juga cukup tinggi sebelumnya," tandas Faisal.
Jadi, simpulannya jelas. Risiko bencana hidrometeorologi diprediksi masih akan tinggi pada puncak musim hujan 2026, setidaknya hingga Maret atau April mendatang. Dampak 2025, rupanya, punya ekor yang panjang.
"Jadi tentunya dampak dari 2025 itu tentu seperti yang disampaikan tadi, berdampak juga pada hingga awal tahun 2026," pungkasnya. Peringatan yang patut dicermati.
Artikel Terkait
Harapan dari Bogor: Kemenag Diminta Buktikan Janji Soal Perayaan Natal
Delapan Perusahaan di Sumut Masih Menanti Vonis Pidana Usai Bencana
Ancaman Bom Melalui Email Gegerkan Sepuluh SMA di Depok
Tiga Eks Dirut Bank DKI Diadili Atas Dugaan Kredit Fiktif Sritex Rp150 Miliar