Malik sendiri baru tiba di dusun itu sehari sebelum akad nikah, tepatnya 19 Desember. Keesokan harinya, ikatan itu pun disahkan dengan mahar emas dua gram. “Syarat nikahnya lengkap, ada wali, saksi, ijab kabul, dan mahar. Jadi secara agama dan negara sah,” tegas Arifing.
Satu hal yang cukup menarik perhatian adalah proses ijab kabulnya. Berbeda dari kebanyakan pernikahan di daerah itu, ijab kabul kali ini diucapkan dalam bahasa Arab. Menurut Arifing, hal itu dimungkinkan karena sang mempelai pria fasih berbahasa Arab. Tentu saja, proses itu tetap diawasi langsung oleh petugas KUA.
“Ijab kabul menggunakan bahasa Arab, tetapi tetap dalam pengawasan kami sebagai petugas KUA,” jelasnya.
Ketika ditanya soal kendala, Arifing mengakui bahwa hambatan terbesar justru terletak pada faktor waktu. “Kendalanya lebih ke persoalan waktu. Proses di kedutaan membutuhkan waktu yang tidak sebentar,” ujarnya. Butuh kesabaran ekstra, tapi akhirnya semua berjalan lancar.
Kini, kisah cinta Alifah dan Malik tak hanya menjadi cerita indah bagi keluarga mereka. Lebih dari itu, ia telah menjadi sebuah mozaik budaya yang indah, menyatukan dua dunia yang jauh di sebuah dusun kecil bernama Salumakarra.
Artikel Terkait
Kalung Kenangan Yayang Direnggut Paksa di Gang Batas Pandang
BMKG Ungkap Batasan Prediksi Siklon Tropis, Siapkan Sistem Peringatan Dini Berbasis Dampak
Kapolri Pimpin Apel Banser di Cirebon, Siapkan Pengamanan Natal dan Tahun Baru
Sidang Korupsi Chromebook Nadiem Ditunda Lagi, Kesehatan Jadi Alasan