Pendapat mereka tegas.
Begitu kata Said bin Jubair, seperti dinukil Imam Al-Qurthubi. Imam Malik pun menyambutnya, "Benar ucapan itu. Lalu, siapa di antara kita yang tanpa cela?"
Imam Hasan Al-Bashri juga punya komentar pedas. Katanya, setan sangat berharap bisa menang dengan gagasan ini. Tujuannya? Agar tak ada lagi yang berani menyuruh pada kebaikan atau mencegah kemungkaran.
Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah lebih gamblag lagi. Beliau bilang, justru orang yang minum khamr wajib melarang orang lain melakukan hal yang sama. Setiap pelaku dosa harus mencegah orang lain dari dosa itu. Logikanya sederhana: kalau setiap pendosa dicabut haknya untuk melarang, maka nahi munkar akan punah dari muka bumi. Sebab, mana ada manusia yang benar-benar bersih?
"
Jadi, begini kesimpulannya. Menggelapkan uang kantor jelas salah. Itu khianat, harus dihentikan dan ditaubati. Tapi, kesalahan pribadi itu tidak menghapus hak dan kewajiban kita sebagai warga negara untuk mengkritik korupsi yang dilakukan pejabat.
Menuntut koruptor diadili adalah untuk kemaslahatan bersama. Itu urusan publik. Sementara urusan pribadi, ya, itu tanggung jawab masing-masing di hadapan Allah. Berhenti mengkritik bukanlah bentuk kewaro'an. Justru, diam saat melihat kezaliman sistematis bisa jadi dosa baru.
Sikap yang benar? Perbaiki diri sendiri, tapi jangan pernah berhenti bersuara melawan kerusakan yang merugikan banyak orang.
Semoga jelas.
Artikel Terkait
Kecelakaan Maut di Tol Krapyak Ungkap Fakta Mengejutkan: Sopir Bus Ternyata Hanya Cadangan
Cahaya dari Panel Surya dan Tamparan Kesadaran di Tengah Duka Aceh
Kopi dan Semangat Hijau: Warga Pontianak Gelar Dialog di Tengah Ancaman Hutan Kalbar
Malam Maut di Bekkersdal: Sembilan Nyawa Melayang dalam Penembakan Brutal