Kampus Interstudi baru saja menggelar acara sosialisasi yang cukup penting. Tujuannya jelas: mencegah kekerasan dan menjaga kesehatan mental di lingkungan perguruan tinggi. Kali ini, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Interstudi dan Sekolah Tinggi Desain Interstudi (STDI) berkolaborasi untuk menyasar seluruh civitas akademika mahasiswa, dosen, hingga karyawan. Temanya pun diangkat dengan tegas: “Mencegah Kekerasan & Menjaga Kesehatan Mental.”
Acara dibuka oleh dua pimpinan kampus, Drs. Nyoman Puspadarmaja, S.E., M.Si dari STIKOM dan M. Nuh, S.E., M.Si dari STDI. Mereka sepakat bahwa isu ini tak bisa lagi dipandang sebelah mata. Untuk membahasnya, hadir sejumlah pembicara kompeten. Dari luar, ada dr. V Dwi Jani Juliawati, M.Pd, Sp.KKLP, Ketua Satgas PPKPT Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Lalu, Pria Ruru Pangestu, S.Psi, praktisi metode SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) sebuah teknik terapi yang memadukan spiritualitas dan ketukan pada titik-titik energi tubuh.
Dari dalam kampus sendiri, psikolog Interstudi Ibu Nurchayati, S.PSI.,PSI dan Ketua Satgas PPKPT Interstudi Ibu Dra. Susi Andrini.,M.Si turut memberikan pencerahan.
Latar belakang acara ini memang cukup memprihatinkan. Maraknya kasus kekerasan akhir-akhir ini, khususnya di dunia pendidikan tinggi, bikin kita semua harus waspada. Data dari Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek (2021-2024) menyebutkan ada 310 laporan kekerasan di perguruan tinggi. Rinciannya mencengangkan: kekerasan seksual mendominasi (49,7%), disusul perundungan (38,7%), dan intoleransi (11,6%).
Ini jadi perhatian serius pemerintah, apalagi berkaitan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs poin 16 tentang perdamaian dan keadilan. Nah, sebagai respons, terbitlah Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT).
Permendikbud yang baru ini melengkapi aturan sebelumnya, Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021. Cakupannya lebih detail, mencakup enam poin: kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, serta kebijakan yang mengandung unsur kekerasan. Intinya, setiap orang di kampus harus paham bentuk-bentuk kekerasan ini dan tahu cara menghindarinya.
Menurut dr. V. Dwi Jani Juliawati, kunci utamanya ada pada keberanian untuk bersuara.
Pendapat serupa disampaikan Dra. Susi Andrini M.Si.
Artikel Terkait
Tiga Dekade Menggelinding, Khambec C70 Pontianak Rayakan Ikatan Lintas Generasi
Muatan Besi Tiga Ton Tewaskan Sopir dan Kernet di Cilincing
Pemerintah Minta Kepala Daerah Tahan Diri, Tahun Baru Harus Bernuansa Empati
Ustaz Asep Sindir Pemerintah: Banjir Bandang Akibat Ulah Manusia dan Pejabat Tak Kompeten