“Sekarang juga ada keputusan dari pengadilan dari hakim, itu bukan didrop masuk penjara tapi kerja sosial bagi persoalan ringan atau yang sedang, menurut keyakinan hakim, itu keputusannya kerja sosial,” ujar Sultan.
“Kami nanti coba identifikasi bersama kejaksaan kira-kira potensi itu apa,” sambungnya.
Contoh konkretnya bisa macam-macam. Misalnya, membersihkan kawasan publik seperti Malioboro. Tapi Sultan menegaskan, pelaksanaannya harus hati-hati. Jangan sampai justru membuat yang bersangkutan merasa dipermalukan di depan umum.
“(Bersihkan Malioboro) itu kan memungkinkan bisa aja,” katanya.
“Tapi kan kita lihat urgensinya ya. Jangan sampai dia juga merasa malah direndahkan martabatnya, jangan.”
Ada kekhawatiran tersendiri di sini. Sultan mengingatkan potensi dampak psikologis jika pidana kerja sosial justru memicu rasa hina dan patah semangat. Idealnya, kerja sosial justru harus memberi nilai positif, sebuah ruang untuk pemulihan dan introspeksi.
“Jangan, malah hancur dia,” tegasnya.
“Tapi itu dianggap sesuatu kerja yang memang memberikan value bagi dirinya untuk punya keyakinan kembali. Bukan itu pembalasan dendam atau kekerasan, tapi bagaimana dalam upaya kita mengembalikan harga diri, rasa kemanusiaan.”
Intinya, menurut Sultan, semuanya harus dijaga agar tidak kebablasan. “Peradaban itu batas-batas seperti apa yang tidak dan yang berlebih. Jangan maunya sendiri,” pungkasnya.
Artikel Terkait
Gubernur Pramono Tantang Persija: Harus Juara Sebelum Jakarta 500 Tahun!
Amien Rais Tantang Prabowo: Berani Jewer Oligarki, Termasuk Adik Sendiri?
Langit Merah Darah di Panimbang Bikin Warga Heboh, BMKG Beri Penjelasan
Isu Pejabat Polisi dan Shandy Aulia Bergulir, Kolom Komentar Artis Mendadak Mati