Zakat dan Wakaf Ditantang: Dari Krisis ke Keberlanjutan

- Selasa, 16 Desember 2025 | 20:25 WIB
Zakat dan Wakaf Ditantang: Dari Krisis ke Keberlanjutan

Zakat dan Wakaf di Persimpangan: Menjawab Tantangan Global dengan Prinsip Keberlanjutan

Geopolitik yang memanas, perlambatan ekonomi di negara-negara maju, plus ancaman perubahan iklim. Kombinasi ini menciptakan ketidakpastian global yang serius, dan lembaga zakat serta wakaf di Indonesia merasakan dampaknya. Itulah inti pembicaraan dalam forum Islamic Philanthropy Outlook 2026, yang membahas masa depan filantropi Islam di tengah kondisi yang tak menentu.

Wildhan Dewayana, Dirut LAZNAS IZI yang juga Ketua Umum Forum Zakat (FOZ), punya pandangan tegas. Baginya, peran zakat tak boleh lagi sekadar jadi "pemadam kebakaran", hanya muncul saat bencana atau krisis melanda.

Ia melanjutkan, tantangan ke depan sangat berat. Mulai dari dinamika geopolitik, perubahan iklim, sampai sulitnya lapangan kerja, semuanya berdampak nyata di tingkat akar rumput. Publik pun mulai bertanya-tanya: apakah lembaga zakat cuma mengobati gejala kemiskinan sesaat, atau benar-benar menyentuh akar persoalannya? Di sisi lain, tuntutan akan pengelolaan yang transparan dan terukur kian keras terdengar.

“Kinerja penghimpunan jadi tantangan sendiri. Zakat harus dilihat sebagai instrumen pengentasan kemiskinan yang serius. Makanya, integrasi antar pengelola dan dukungan pada isu seperti ketahanan pangan menjadi krusial,” tegasnya.

Dari sudut pandang akademik, Sigit Pramono, Rektor Institut SEBI, mengajak melihat filantropi lebih dalam. Ini bukan cuma aksi sosial biasa. Secara filosofis, kata 'filantropi' sendiri berasal dari 'cinta' dan 'manusia', menunjukkan bahwa kepedulian sosial sebenarnya sudah melekat dalam diri kita.

Ia membandingkannya dengan konsep filantropi Barat yang sering dikaitkan dengan altruisme. “Dalam Islam, cakupannya lebih luas. Filantropi punya dimensi teologis dan spiritual. Zakat, infak, sedekah, dan wakaf adalah bagian dari sistem nilai dan hukum yang menyeluruh,” jelas Sigit.


Halaman:

Komentar