Tapi kebenaran punya caranya sendiri. Jokowi dibuat panik oleh gerakan para pemburu ijazah yang tak kenal lelah. Saat ditagih langsung di rumahnya di Solo oleh advokat TPUA, ia terpaksa berpura-pura masih percaya diri dengan menunjukkan ijazah kepada wartawan tentu dengan pembatasan ketat. Kelancangan Jubir seperti Dian Sandi yang bicara soal "ijazah asli" justru memberi bola lambung untuk dismes habis-habisan oleh para pencari fakta. Kecurigaan bahwa dokumen itu palsu kian menguat, didukung analisis ahli semacam Dr. Rismon dan Dr. Roy Suryo.
Pukulan lain yang membobol pertahanan datang dari keterpaksaan KPU, KPUD DKI, dan KPUD Surakarta. Mereka terpaksa menyerahkan fotokopi ijazah terlegalisasi kepada sejumlah pihak seperti Bonatua, Roy Suryo, Leony, dan Taufik. Dokumen yang sama ini dulu digunakan untuk pendaftaran Pilpres, Pilkada DKI, dan Pilwalkot Surakarta. Bayangkan jika esok hari dokumen itu terbukti palsu. Pasti akan menghancurkan segalanya. Jokowi tentu kaget dengan perkembangan serius ini.
Yang terakhir ini benar-benar di luar dugaan. Sebuah "ijtihad" dari Direskrimum Polda Metro, Kombes Iman Imanuddin. Konon, ia semalaman tidak bisa tidur, mempertimbangkan segala risikonya bersama Kabagwassidik AKBP Mihardi Mirwan. Akhirnya, mereka mengizinkan ijazah sitaan itu dibuka. Hasilnya? Semakin jelas bahwa ijazah yang asli itu ternyata persis sama dengan fotokopi yang beredar selama ini: foto berkacamata dan berkumis, cap di bawah foto, watermark tipis, logo UGM yang tidak terlalu terang, dan detail-detail lainnya yang sudah familiar.
Para tersangka meyakini ijazah model begitu adalah palsu. Kuasa hukum mereka sepakat. Para ahli pun memperkuat keyakinan itu. Tesis bahwa ijazah Jokowi adalah dokumen palsu sampai terbukti sebaliknya masih berdiri kokoh, bahkan kian kuat. Hingga detik ini, belum ada hasil uji forensik apalagi putusan pengadilan yang membuktikan keasliannya.
Dengan perkembangan seperti ini, seharusnya sikap hukum yang diambil adalah penghentian penyidikan terhadap delapan tersangka tersebut. Alih-alih, fokus harus beralih pada pengusutan Jokowi sendiri untuk dugaan pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu. Dialah yang lebih pantas menjadi pesakitan, menerima sanksi atas pembohongan publik yang diduga dilakukannya. Gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya ini menjadi pembobol baru dari benteng pertahanan yang sudah reyot.
Serangan-serangan baik secara hukum, politik, maupun moral tampaknya akan terus berlanjut. Kejahatan, menurut mereka, harus dihentikan. Kebenaran dan keadilan harus ditegakkan. Jokowi dinilai tidak boleh terus bergerak bebas, tanpa rasa malu, dosa, dan bersalah.
") Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 16 Desember 2025
Artikel Terkait
Ruang Rapat Tertutup dan Misteri Dana Sosial yang Raib
Revitalisasi Terminal Malalayang Tak Ganggu Arus Mudik Nataru
Gus Ipul Serahkan Santunan dan Tinjau Dapur Umum untuk Korban Bencana Aceh
Warga Talaud Desak Tambah Kapal Nataru, KSOP Klaim Sudah Ditambah