Presiden Diminta Introspeksi: Banjir Sumatra dan Bisnis Keluarga di Tengah Sorotan Publik

- Selasa, 16 Desember 2025 | 07:00 WIB
Presiden Diminta Introspeksi: Banjir Sumatra dan Bisnis Keluarga di Tengah Sorotan Publik

Assalamualaikum, Tuan Presiden.

Keadaan di tanah air belakangan ini tentu menyita waktu dan perhatian Tuan. Banjir di Sumatera Barat, Sumatra Utara, dan Medan, misalnya. Sampai sekarang, persoalannya masih bertumpuk. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Gedung-gedung dan jalan rusak parah. Belum lagi urusan dasar warga yang masih jauh dari tuntas: kebutuhan sembako, air bersih, dan lain sebagainya. Sungguh situasi yang memprihatinkan.

Di sisi lain, banyak kalangan sudah mengirimkan surat kepada Tuan Presiden. Para akademisi pun turut bersuara, mendesak penanganan serius atas dampak banjir di pulau Sumatra itu. Rupanya, hal itu mendapat perhatian. Buktinya, rapat kabinet untuk membahas masalah ini sudah berulang kali digelar.

Namun begitu, ada satu hal yang kerap jadi gunjingan masyarakat. Soal kepemilikan lahan sawit seluas 97.000 hektar di Aceh. Lahan itu dimiliki oleh PT Tusam Hutani Lestari.

Beredar kabar, kekayaan Tuan Presiden pada 2025 mencapai Rp 2,06 triliun. Tuan juga disebut punya banyak perusahaan di dalam negeri.

PT Nusantara Energy, misalnya, yang bergerak di pertambangan batubara dan disebut-sebut berafiliasi dengan bisnis perkebunan.

Lalu ada PT Tidar Kerinci Agung, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah Sumatera Barat dan Jambi. Beberapa dokumen menyebut luas konsesinya berkisar antara 16.000 hingga 28.000 hektar.

Tak ketinggalan, PT Kertas Nusantara atau PT Kiani Kertas di industri kertas. Serta sederet nama lain seperti PT Tanjung Redeb Hutani, PT Erabara Persada Nusantara, dan beberapa perusahaan tambang batu bara.

PT Nusantara Energy sendiri disebut berafiliasi di Berau, Kalimantan Timur. Meski begitu, informasi detail soal luas lahan sawitnya tak selalu terbuka untuk publik, seringkali tercampur dengan data konsesi tambang.

Tuan Presiden, kita semua tahu. Cara paling efektif seorang pemimpin mengatasi masalah adalah memulai dari dirinya sendiri. Jika sang pemimpin bersih, tidak berlumur dosa, rakyat akan patuh dengan sukarela. Sebaliknya, jika pemimpin penuh kesalahan lalu menyuruh rakyat berbenah, yang muncul justru cemooh dan pembangkangan.


Halaman:

Komentar