“Intinya, kami ingin para peserta paham betul situasi dan tantangan di lapangan,” ujar Freddy Ardianzah membacakan amanat Menhan.
“Mulai dari isu pertahanan, kebijakan nasional, sampai pola koordinasi dengan aparat di lapangan. Semua akan dibahas.”
Materi yang diberikan cukup komprehensif. Tidak hanya teori, tapi juga praktik. Peserta akan diajarkan dasar-dasar keselamatan, karakteristik daerah rawan, cara mengantisipasi bencana, hingga respons pertama saat keadaan darurat terjadi. Bahkan, ada juga pelatihan pertolongan pertama, prinsip survival dasar, dan navigasi sederhana. Beberapa studi kasus dari daerah konflik juga akan jadi bahan diskusi.
Namun begitu, ditegaskan bahwa pelatihan ini sama sekali tidak bermaksud 'militerisasi' jurnalis. Bukan untuk menjadikan mereka bagian dari unsur pertahanan. Tujuannya lebih pada peningkatan kewaspadaan, kemampuan adaptasi, dan tentu saja, profesionalisme di lapangan sesuai standar keselamatan yang berlaku.
Sebagai penutup, Menhan menyampaikan apresiasi atas sinergi antara Kemhan dan Puspen TNI. Ia berharap kolaborasi dengan insan pers ini bisa terus diperkuat. Bagaimanapun, dalam upaya membangun ketahanan nasional, peran media tetap tidak bisa dipandang sebelah mata.
Pelatihan pun dimulai. Keempat puluh dua jurnalis itu kini punya tugas baru: belajar menjaga diri agar bisa terus menyampaikan berita dari garis depan.
Artikel Terkait
Warga Temukan Jasad Perempuan dengan Helm Pink di Sungai Wonorejo
Kebun Ganja di Rumah Kontrakan Jombang Digerebek, Pelaku Terancam Hukuman Mati
Delapan Jam Diperiksa KPK, Gus Yaqut Bungkam Soal Dugaan Korupsi Kuota Haji
Sejarah Bukan untuk Dihafal, Tapi untuk Dipahami: Mengapa Pendekatan Kritis Lebih Bermakna