Menurut Rohman, salah seorang warga berusia 38 tahun, hasil bumi itu kini mulai dinikmati sendiri.
Di sisi lain, mimpi mereka sebenarnya lebih besar. Kelompok tani ini punya harapan yang sederhana namun penuh arti: mereka ingin pemerintah melihat jerih payah mereka. Bukan sekadar perhatian simbolis, tapi pengakuan bahwa usaha kecil ini punya nilai.
Yang paling mereka idamkan? Agar hasil panen kebun mereka bisa menembus pasar-pasar tradisional di Jakarta. Bayangkan, jagung dan terong segar dari Kampung Bayam tersaji di meja makan keluarga ibu kota. Itu impian yang mereka rawat setiap hari, sambil menyiangi gulma dan menyirami tanaman di antara bayang-bayang stadion megah.
Artikel Terkait
Suharti Buka Suara: Data Pendidikan Masih Banyak PR Meski 71,9% Dinilai Baik
Di Balik Duka Sumatera, Solidaritas Ternyata Menyembuhkan Jiwa Penolong
Bandara Sam Ratulangi Siap Hadapi Gelombang Mudik Nataru
Gus Yaqut Kembali Diperiksa KPK, Jejak Uang Kuota Haji Diperdalam