Ekor Panjang Sejarah
Sejarah kita mengajarkan satu hal: konflik dalam negeri jarang yang benar-benar murni lokal. Dulu, Amerika Serikat punya andil dalam peristiwa PRRI dan peristiwa 1965. Bukan karena Indonesia tak berdaya, tapi posisinya yang strategis membuatnya selalu jadi incaran. Kini, ketika Indonesia mulai menunjukkan kecondongan ke BRICS, logika geopolitik zaman dulu bisa saja hidup kembali.
AS tentu tidak akan merasa nyaman melihat negara yang lama berada dalam orbitnya mulai menjauh. Dukungan terhadap oligarki lokal yang sedang kesal dengan kebijakan Prabowo adalah skenario klasik yang sangat mungkin. Kendalanya cuma satu: butuh kelompok militan sebagai pemicu di lapangan.
Dan bibit-bibitnya sudah terlihat. Ada kelompok akar rumput yang masih loyal pada pemerintahan sebelumnya, ditambah massa yang bisa digerakkan oleh tokoh daerah yang merasa terpojokkan oleh kebijakan pusat. Kalau dua arus ini bertemu, situasi bisa dengan cepat memanas.
Seberapa Genting Risikonya?
Mengukur risiko politik Prabowo tidak bisa hitam putih. Ini lebih seperti pengukur tekanan yang naik-turun seiring waktu. Selama konflik dengan oligarki masih ditangani lewat jalur hukum dan birokrasi, risikonya masih terkategori rendah hingga menengah. Tapi keadaan bisa berubah cepat. Begitu tekanan ekonomi, mobilisasi massa, dan kampanye delegitimasi dari luar negeri menyatu, tingkat kegentingannya akan melesat.
Di sinilah ujian terberatnya: bagaimana menjaga agar semua gesekan tetap berada dalam koridor institusi yang ada, sambil memastikan negara tetap punya kendali penuh atas alat-alatnya. Pernyataan “saya bertanggung jawab” itu penting, tapi tidak cukup. Tanggung jawab pribadi presiden harus segera diubah menjadi tanggung jawab kelembagaan lewat transparansi, akuntabilitas, dan pembagian wewenang yang jelas. Tanpa itu, beban hanya akan terpusat di satu pundak.
Penutup
Prabowo memimpin di era di mana keberanian memang diperlukan, tapi kehati-hatian justru yang menentukan apakah pemerintahan akan bertahan lama. Risiko politik yang dihadapinya nyata dan datang dari segala penjuru: dari dunia multipolar yang penuh ketidakpastian, dari oligarki dalam negeri yang terusik, dan dari sejarah yang menunjukkan bahwa konflik di Indonesia selalu punya dimensi internasional.
Pertanyaannya sekarang bukan lagi apakah risiko itu ada. Sudah jelas ada. Yang lebih penting adalah: apakah negara ini punya ketahanan yang cukup untuk menyerap segala guncangan tanpa ambruk? Jawaban atas pertanyaan itulah yang akan menjadi ujian sebenarnya bagi kepemimpinan Prabowo Subianto.
Cimahi, 13 Desember 2025
Penulis:
- Berijazah dari Jurusan Studi Pembangunan FE-Unpad
- Anggota Komite Eksekutif KAMI
- Ketua Komite Kajian Ilmiah FTA
Artikel Terkait
Tim KPK Usut Dugaan Korupsi Kuota Haji, Periksa Lokasi di Mina
Di Balik Gerobak Bakso Pangandaran: Kisah Nelayan yang Bertahan di Tepian
Bupati Lampung Tengah Tersandung Suap Rp5,7 Miliar untuk Bayar Utang Kampanye
Suharti Buka Suara: Data Pendidikan Masih Banyak PR Meski 71,9% Dinilai Baik