Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Sorotan juga diberikan pada Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Lampung 2024 yang anjlok. Datanya dari Dewan Pers menunjukkan angka 62,04, turun drastis dari tahun sebelumnya. Dengan nilai itu, posisi Lampung ada di urutan ke-37 dari 38 provinsi. Bisa dibilang, ini yang terendah kedua se-Indonesia. Tren penurunannya sendiri sudah berlangsung dua tahun berturut-turut, meski kategori saat ini masih “cukup bebas”.
Tak hanya AJI, IJTI Lampung juga menyatakan keprihatinan mendalam. Koordinator Bidang Advokasi dan Hukum mereka, Ruslan AS, menyebut insiden ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers.
Dalam pernyataan sikapnya, IJTI menyampaikan sejumlah poin. Pertama, mereka mengecam segala bentuk kekerasan yang dialami Fery. Kedua, mereka menyayangkan kejadian ini justru terjadi di lingkungan rumah dinas pejabat yang mestinya aman. Poin ketiga, mereka mendesak Polres Lampung Tengah menindaklanjuti laporan secara profesional dan transparan.
Selanjutnya, IJTI mendorong pemerintah daerah dan semua pihak untuk menghormati kemerdekaan pers. Terakhir, mereka mengimbau para jurnalis untuk tetap profesional, menjaga keselamatan diri, dan patuh pada kode etik.
Intinya, bagi kedua organisasi ini, kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman nyata bagi demokrasi. Dan hal semacam ini tidak boleh terulang lagi.
Artikel Terkait
Dari Blandin Kakayo ke Mabes Polri: Perjuangan Vincen Kwipalo untuk Tanah Leluhur
Korban Kebakaran Terra Drone Resmi Teridentifikasi, 22 Nyawa Melayang
Vonisme Berat: Nikita Mirzani Dihukum 6 Tahun Penjara Usai Banding
Lampung Siaga, Pembukaan Lahan Baru Ancam Hutan Lindung