Sementara itu, situasi di Sumatera Barat mulai menunjukkan titik terang. Meski begitu, jangan dikira semuanya sudah beres. Di Kabupaten Agam, misalnya, sejumlah wilayah masih terisolasi beberapa kecamatan dan lima nagari belum terjangkau dengan baik. Untuk memulihkan daerah ini, dibutuhkan anggaran tak kurang dari Rp13,52 triliun.
“Dua kabupaten ini masih penanganan khusus. Di Agam, ada beberapa kecamatan dan lima nagari yang masih terisolasi. Untuk memulihkan hingga kembali seperti semula atau lebih baik, dibutuhkan anggaran Rp13,52 triliun,” tambahnya.
Ketika angka-angka dari tiga provinsi itu dijumlahkan, totalnya mengerikan: Rp51,82 triliun. Sebuah biaya pemulihan yang sangat besar.
Di tengah situasi darurat seperti ini, muncul usulan yang cukup menohok. Ada yang berpendapat, dana sebesar itu bisa diambil dari program lain yang dianggap kurang prioritas. Misalnya, dengan mengalihkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau program sejenis untuk sementara waktu.
“Cukup diambilkan dari program MBG 2 bulan. Siswa-siswa gak bakal mati kelaparan kalau 2 bulan MBG di stop dan dananya dialihkan untuk pemulihan Sumatera,” begitu kira-kira argumen yang beredar.
Usulan itu tentu memantik perdebatan. Di satu sisi, kebutuhan korban bencana sangat mendesak dan nyata. Di sisi lain, memotong program sosial selalu punya konsekuensi politik dan ekonomi yang rumit. Presiden Prabowo, yang mendengar langsung laporan itu, kini memegang bola panas untuk memutuskan prioritas anggaran di tengah keterbatasan yang ada.
Artikel Terkait
Made Supriatma Geleng-geleng: Penguasa Tak Kompeten, Hanya Andalkan Macak di Medsos
Di Tengah Lumpur dan Duka, Prabowo Habiskan Sepiring Nasi Ikan Tongkol Bersama Korban Banjir Aceh
Wali Kota Pekanbaru Ikut Kursus Lemhannas, Wakil Wali Kota Ditunjuk Plt
Beras Rp 60 Ribu per Kilo dalam Bantuan Bencana, Kementan Didesak Buka Suara