Suasana di ruang panel itu tegang. Di Jakarta, empat rektor universitas terkemuka Asia Tenggara berkumpul, dihadapkan pada sebuah pertanyaan yang mengusik: bagaimana nasib pendidikan tinggi ketika kecerdasan buatan mulai mengambil alih proses berpikir manusia? Ini bukan sekadar seminar biasa, melainkan NUS Innovation Forum edisi ketujuh yang pertama kali digelar di Indonesia, Desember 2025.
Hadir di sana Profesor Tan Eng Chye dari National University of Singapore (NUS). Bersamanya, tiga pilar akademik Indonesia: Profesor Hamdi Muluk dari Universitas Indonesia, Dr. Danang Sri Hadmoko dari Universitas Gadjah Mada, dan Profesor Lavi Rizki Zuhal dari Institut Teknologi Bandung. Pertemuan mereka lebih mirip rapat strategi menghadapi disrupsi, bukan perayaan kemajuan.
Profesor Tan membuka diskusi dengan sebuah perbandingan yang mencengangkan.
Ruangannya hening sejenak. Itu bukan hiperbola, melainkan fakta mentah tentang kecepatan eksponensial AI. Di NUS sendiri, dalam dua tahun terakhir, 134 anggota fakultas baru direkrut. Yang menarik, 27 di antaranya spesialis AI, dan 53 peneliti lainnya mengintegrasikan AI ke jantung riset mereka.
Namun begitu, di balik efisiensi yang fantastis itu, ada bahaya yang lebih halus. Profesor Tan menyebutnya: cognitive offloading, never-skilling, mis-skilling, dan de-skilling.
Kekhawatiran serupa bergema di kampus-kampus Indonesia. Profesor Lavi Rizki Zuhal dari ITB bersikeras bahwa tren ini memaksa perubahan total desain kurikulum.
Ia mengakui masih ada resistensi internal. Banyak dosen yang menolak, merasa kemampuan otaknya masih cukup. Tapi, kata Zuhal, penolakan itu percuma. Pendidik harus menguasai AI, karena faktanya mahasiswa sudah lebih dulu melakukannya.
Persoalannya ternyata lebih dalam. Dr. Danang Sri Hadmoko dari UGM mengangkat isu yang sering luput: biaya. Biaya komputasi cloud untuk riset AI bisa saja melampaui anggaran operasional tahunan sebuah fakultas. Hanya segelintir universitas di kawasan ini yang sanggup melakukan pemodelan AI skala besar secara mandiri.
Artikel Terkait
Bantuan Terhambat, Puluhan Desa di Sumut dan Sumbar Masih Terisolasi
Fakta di Balik Pelepasan 1,6 Juta Hektar Hutan Era Zulhas
Menag Umar: Indonesia adalah Lukisan Tuhan Terindah di GBK
Warga Asing China Gagal Selundupkan Serbuk Nikel dari Bandara IWIP